KEMISKINAN VS KEKUASAAN.
PKL Juga Rakyat.
Oleh : Nicho
Silalahi
Gusur
menggusur sudah tak asing lagi kita dengar dinegeri yang kaya akan sumber daya
alam ini, dan hebatnya selalu saja rakyat miskin menjadi korban dari ganasnya
penguasa yang berpihak pada kepentingan modal.
Dengan dalih pembangunan ataupun
keindahan kota
penguasa (pemerintah) membuat kebijakan sepihak bahkan dengan tega dan tidak
berperikemanusiaan menggusur siapa saja tanpa memikirkan bagaimana nasib korban
selanjutnya.
Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana cara menciptakan lapangan
kerja untuk meningkatkan perekonomian rakyat miskin agar kehidupan mereka jauh
lebih baik, tapi malah pemerintah justru menunjukan sikap arogansi dengan
kekuasaan dan membariskan para aparatus Negara untuk melakukan pembersihan (penggusuran).
Piala Adipura untuk
siapa
Sudah sering kita mendengar bahkan kita melihat secara jelas perilaku
penguasa dengan para aparatusnya melakukan pengggusuran semena-mena Pedagang
Kaki Lima (PKL) yang mencari nafkah demi bertahan hidup dari kerasnya jaman. Penggusuran
sering dilakukan hanya untuk mengejar piala adipura yang tidak ada gunanya bagi
rakyat miskin. Maka pemerintah dengan tangan besinya langsung saja menggusur
mereka tanpa merelokasi para pedagang ketempat yang lebih baik.
Keberhasilan seorang kepala daerah sesungguhnya bukan dilihat dari berapa
banyak dia mendapatkan piala adipura tetapi kepiawaiannyalah dalam mengentaskan
kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja baru dengan upah layak, sehingga
tidak ada lagi kita lihat antrian-antrian penduduk menunggu jatah raskin (Beras
Miskin) ataupun antrian membeli minyak tanah serta pembagian sembako lainnya,
jika hal itu telah terjadi berarti penduduk daerah itu telah sejahtera.
Jika memang pemerintah mau menciptakan keindahan kota maka pemerintah harus lebih dulu memperbaiki
ekonomi masyarakatnya, bukannya menggusur secara paksa para PKL. Harusnya
pemerintah mendukung PKL dan usaha kecil lainnya karena mereka telah mampu
menciptakan lapangan kerja sendiri sebab tanpa pemerintah sadari mereka juga
telah memberikan kontribusi pada pendapatan Asli Daerah (PAD).
Perda, DPRD dan Moral.
Berbagai perda (peraturan daerah) bermunculan yang digodok oleh DPRD
dan pemerintah. Sering sekali tanpa melibatkan konstituen dari masyarakat yang
terkena imbas langsung dari perda tersebut. Ketika perda tersebut akan disahkan
maka wakil – wakil rakyat akan berlomba untuk melakukan study banding kedaerah
lain bahkan sampai keluar negri. Disinyalir ini adalah modus (modal dusta) para
anggota dewan untuk menikmati jalan – jalan gratis serta hanya menghamburkan uang rakyat saja.
Seharusnya para anggota dewan itu tidak perlu melaksanakan study
banding tapi mereka pergi kedaerah pemilihannya serta berdialog langsung dengan
rakyat yang memilihnya sehingga perda yang keluar nantinya lebih mengakomudir
kepentingan rakyat (pro rakyat) bukan kepentingan kaum pemilik modal.
Prilaku anggota dewan terkadang sering mengecewakan bahkan penulis pernah
melihat langsung anggota dewan yang tidak peduli pada nasib rakyatnya. Pada
tanggal 27 juni 2012 puluhan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa dengan
mendatangi DPRDSU. Kehadiran mereka diterima langsung oleh 4 anggota dewan
(2orang dari partai PKS dan 2 orang lagi dari partai Demokrat).
Aksi unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa yang dikomandoi oleh penulis, untuk mempertanyakan kinerja mereka terkait rencana SP3 dugaan kasus
korupsi walikota medan serta kenapa mereka melakukan pembiaran terhadap
rakyatnya (petani dari padang lawas) yang melakukan mogok makan dan jahit mulut serta telah hampir dari
2 minggu melakukan aksi tersebut, namun belum juga ditindak lanjutin sementara
sudah puluhan orang keluar masuk rumah sakit terkait aksi tersebut.
Ditengah berlangsungnya unjuk rasa, para mahasiswa melakukan aksi
solidaritas untuk menggalang dana agar dapat membantu biaya rumah sakit para
petani tersebut yang sampai saat itu tak ada seorangpun dari mereka peduli
serta membantu biaya rumah sakit. Padahal penulis dan rekan – rekan memulai
dengan mengalang dana dari uang saku masing – masing didepan mata ke 4 anggota
dewan, namun saat diminta pada ke 4 anggota dewan itu malah terjadi perdepatan
sengit antara pengunjuk rasa dengan mereka sehingga pengunjuk rasa (rekan penulis) langsung
merampas toa yang mereka pegang dan meninggalkan gedung dewan serta melanjutkan
aksi menggalang dana di jalan depan gedung DPRDSU.
Sejak saat itu penulis menganggap bahwa anggota dewan tidak punya
hati lagi ataupun naluri kemanusiaannya. Padahal dalam perdebatan itu pengunjuk
rasa sempat mengatakan “mereka hanya ingin melihat sisi kemanusian
wakil rakyat bukan ingin melihat nominal jumlah yang besar maupun kecil tidak
menjadi soal”.
Perlawanan
Rakyat Miskin
Bukan tidak mungkin perlawanan rakyat miskin akan sering terjadi
dinegeri ini bahkan bisa bermuara pada pemberontakan jika saja kebijakan-kebijakan
pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Bima menjadi salah satu contoh dimana
rakyatnya melakukan perlawanan terhadap pemerintahan setempat bahkan sampai
melakukan pembakaran kantor bupatinya, sebab masyarakat disana menilai
pemerintahannya tidak pro terhadap rakyat dan hanya mengutamakan kepentingaan
modal.
Bahkan salah satu contoh dinegara asing seperti Tunisia, dimana Revolusinya dimulai
dari penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap PKL disana sehingga
seorang warga bernama Mohammed Bajauji melakukan bakar diri sehingga memicu
pemberontakan rakyat miskin dan menggulingkan rezim Diktator Ben Ali yang
berkuasa saat itu.
Jalan keluar
Agar perlawanan rakyat miskin tidak terjadi pemerintah seharusnya berhati
– hati membuat kebijakan supaya tidak melukai perasaan rakyat miskin, karena
perasaan rakyat miskin itu sungguh sangat sensitive dan mudah terpancing untuk
melakukan tindakan nekad yang mana mereka sudah muak dengan kemiskinan sehingga
mereka tidak pernah memikirkan untung dan rugi serta menghancurkan apa saja.
Selayaknya pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat
bukan kebijakan yang pro terhadap modal, sehingga bisa meminimalisir konflik-konflik
horizontal di masyarakat. Dan segeralah pemerintah menciptakan lapangan kerja
dengan upah layak secara luas agar menyerap banyak tenaga kerja serta akan
sangat signifikan memberantas kemiskinan yang mampu menjadi sumber pendapatan
asli daerah.
-----------------------------
* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi
Universitas Medan Area, serta aktif diorganisasi
mahasiswa dan menjadi Ketua Kolektif Kota Medan
di Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional
(PEMBEBASAN).