Kembalikan Tanah Rakyat
Bukan Pada Mafia Tanah
Oleh : Nicho Silalahi
Tanah adalah alat produksi bagi petani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Namun kini tanah seolah menjadi barang langka bagi para petani dikarenakan semangkin maraknya perkebunan swasta baik itu dimiliki oleh asing maupun dimiliki oleh bangsa sendiri sehingga meningkatnya konflik sosial yang dapat bermuara menjadi petumpahan darah seperti yang terjadi baru-baru ini dimesuji Lampung.
Sejak perkebunan – perkebunan itu mucul maka perampasan tanah marak terjadi sehingga banyak petani yang kehilangan tanahnya, tidak bisa dipungkiri perampasan tanah banyak menggunakan tenaga – tenaga para aparat militer maupun kepolisian (pen : Sebelumnya Bernama ABRI). Hal ini terjadi di berbagai daerah salah satunya di Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, dimana masyarakat disana mengatakan mereka telah memiliki KRPT (Kartu Resmi Penggarap Tanah) yang dilindungi Undang – Undang Darurat 1958, perampasan tanah mereka dilakukan oleh rezim otoriter soeharto dengan menggunakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk membuat PTP IX (PT.Perkebunan) Kebun Tamora dan sekarang bernama PTPN II (PT.Perkebunan Nusantara II) Kebun Tamora.
Dimana saaat itu ratusan kepala keluarga dipaksa untuk menyerahkan tanahnya kepada Negara, tetapi jika para petani tidak menyerahkan tanahnya maka mereka akan dianggap BTI/PKI (Barisan Tani Indonesia / Partai Komunis Indonesia), yang pada saat itu operasi pengganyangan PKI sedang gencarnya dilakukan. Sehingga sejak itu para petani hidup dalam ketakutan dan kemelaratan.
Dengan bergulirnya reformasi ditandai tumbangnya rezim otoriter dan militeristik soeharto pada tahun 1998 yang dimotori para mahasiswa maka harapan akan perubahan kembali datang dan merangsang semangat para petani untuk mendapatkan kembali tanahnya.
Diberbagai daerah timbulah ratusan bahkan ribuan kelompok-kelompok tani progresif dan militan, tidak ketinggalan juga didesa dagang kerawan para petani membentuk kelompok tani JAS MERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah) untuk memperjuangkan hak mereka yang telah dirampas Negara. Selama rezim orba (orde baru) mereka hidup dalam ketakutan namun kehadiran reformasi telah menumbuhkan semangat mereka untuk kembali berjuang mendapatkan tanahnya.
Perjuangan kelompok tani jas merah ini dalam mendapatkan tanahnya tidaklah mudah, mereka terus menerus melakukan aksi unjuk rasa damai kepemerintah agar segera mengembalikan tanah mereka. Namun hingga saya menulis ini pemerintah tak kunjung juga merealisasikan tuntutan mereka bahkan tanah mereka kini telah diperjual belikan Dirut PTPN II Ir.H Suwandi kepada anto keling (Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah) pada tahun 2004, sedangkan HGU PTPN II itu telah habis masa berlakunya pada tahun 2000 dan tidak diperpanjang lagi, Seharusnya HGU yang telah habis dikembalikan pada Negara dan pemerintah mendistribusikan tanah itu kepada rakyat.
Akibat penjualan ini mantan dirut PTPN II itu dihukum 2 tahun penjara dan denda. Namun sang pembeli (penadah) tidak juga tersentuh hukum, Dalam KUHP (Kitap Undang - Undang Hukum Pidana) pasal Pasal 480 ayat 1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan; Ayat 2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. Dan Pasal 481 Ayat (1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Ayat (2) Yang bersalah dapat dicabut haknya berdasarkan pasal 35 no. 1 - 4 dan haknya untuk melakukan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Aneh memang hukum dinegri ini terkesan hanya berlaku bagi orang miskin namun bagi pemilik modal maka hukum hanya sebagi isapan jempol semata ibarat seperti pisau yang hanya tajam kebawah namun tumpul keatas, Karena hingga kini sang pembeli (penadah) belum juga tersentuh hukum.
Meskipun tanah kelompok tani JAS MERAH telah diperjual belikan namun mereka tidak patah semangat sebab mereka menyadari jual beli eks HGU PTPN II tersebut telah cacat demi hukum dan perjuangan kelompok tani tesebut semangkin gencar dilakukan sehingga membuat resah para pemangku kebijakan. Sehingga diduga upaya kriminalisasi dilakukan yang bekerja sama dengan mafia tanah, maka upaya kriminalisasi yang tergolong sukses itu berhasil menjerat serta memenjarakan 7 orang termasuk ketua kelompok tani Jas Merah Eko Sofianto akibat bentrok dilahan dengan preman – preman bayaran disinyalir suruhan oleh anto keling serta keterlibatan oknum polisi.
Dalam pertemuan dengan rombongan anggota komisi II DPR RI antara lain : Abdul Wahab Dalimunthe (Demokrat), Rosmiati (demokrat), Tunmanjaya (PKS), Mukowap (PPP), Heru Chair (PAN), Mestariady (Grindra), Akbar Faisal (Hanura) yang dipimpin Chairuman Harahap (Golkar) dan dihadiri oleh Kapolres Deli Serdang serta asisten III Pemprovsu diposko kelompok Tani JAS MERAH, salah seorang warga mengucapkan kepada mereka, “Kami masyarakat di sini mengalamin intimidasi, Ada 7 orang warga kami yang di tangkap karena dituduh menganiayaan preman, Kami telah buat laporan Kepada Polisi saat tanaman kami dirusak, terus kami membangun musollah juga dirusak dan di situ ada jug polisi. Namun ketika preman bayaran itu mengadu pada polisi maka kami langsung di tangkapin. kami telah 8 kali buat pengaduan dengan polisi tapi satupun tak pernah di tangani, pada tahun 2005 rumah warga dirusak dan dilaporkan pada kepolisian tapi tetap saja tak berkelanjutan, Kami sangat berharap agar kami jangan dikriminalisasi”.
Kedatangan anggota DPR RI ini terkesan hanya seremonial saja dan cuma menghabiskan (menghamburkan) uang rakyat karena sampai kini belum juga mampu mempengaruhi pemerintah untuk segera mengembalikan seluruh tanah rakyat.
Untuk itu penulis menyarankan agar pemerintah segera mendistribusikan tanah yang telah habis masa HGUnya kepada para petani, juga membubarkan perkebunan yang masih bersengketa lahan dengan masyarakat sekitar, sebab dengan cara itu juga konflik sosial bisa diminimalisir dan pertumpahan darah bisa dihindarkan serta mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga mampu mengangkat taraf ekonomi rakyatnya. Dan pemerintah menegakkan hukum yang berkeadilan tanpa pernah memandang klas dan status sosial apapun.
————————
Sudah Terbit Di Media Lokal
Harian Sumut Pos Tgl 26 juni 2012 hal 4
Harian Medan Bisnis Tgl 27 juni 2012 http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2012/06/28/103416/kembalikan_tanah_rakyat/#.T-wvgrC288I
dan terbit juga di media online :
No comments:
Post a Comment