Pages

Sunday 26 May 2013

Sang Jiwa Merdeka


By : Nicho Silalahi.

Saat tanganku kau belenggu.
Ketika kakiku kau pasung.
Meski mulutku kau bungkam.
Maka pemberontakan kuberikan padamu.

Silahkan brondong aku dengan peluru.
Walaupun kau benam kedasar samudra.
Jikalaupun kau hilangkan secara paksa.
Namun pikiranku tidak akan pernah mati.

Sebab melawan adalah nafasku.
Dan bertarung adalah budayaku.
Serta membangkang adalah takdirku.
Karena aku Sang Jiwa Merdeka.

NFG - LABURA 14032013

Nyanyian Sunyi Kaum Marjinal

Oleh : Nicho Silalahi

aku tidak butuh kedamaian, jika kebenaran kau hilangkan.
aku tidak butuh kemenangan, bila keadilan kau perkosa.
percuma kejayaan itu, jika hak mereka kau rampas.
percuma saja kemerdekaan beragama, jika rumah ibadah terus kau hancurkan.

kau selalu berceloteh tentang 4 pilar kebangsaan.
kau juga menyanyikan kidung - kidung untuk tuhan.
tapi kenyataannya.. !!
kau perbudak saudaramu untuk memuaskan birahi para pemodal.
kau juga mengusir saudaramu demi gedung - gedung keangkuhan.

sudalah dan hentikan segera suara busukmu, atau nanti kami robek mulutmu.
karena kami telah muak mendengar janji kesejateraan itu.
bersiaplah karena genderang perang telah kami tabuhkan.
untuk mengiringi syair - syair REVOLUSI.!!!

ASUB: Kejatisu Harus Segera Menahan WALIKOTA Medan

Tuesday 16 Apr 2013 22:18:26
 
Diskusi ASUB beberapa waktu lalu dalam rangka membedah kasus yang melibatkan walikota Medan Rahudman Harahap.(Foto: BeritaHUKUM.com/nco)
MEDAN, Berita HUKUM - Aliansi Sumatera Utara Bersih (ASUB) mendesak kejatisu untuk segera menahan walikota Medan Rahudman Harahap, dimana Kejatisu telah menetapkan Rahudman Harahap sebagai tersangka sejak 26 Oktober 2010 dengan berdasarkan bukti dari penyelidikan yang telah ditemukan oleh Kejaksaan terkait dugaan korupsi Dana Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Tapanuli Selatan tahun 2005 senilai 1,5 miliar. Hal ini dikatakan Koordinator ASUB Samsul Arifin Silitonga, Selasa (16/4).

Samsul juga mengatakan langkah dilakukan oleh Kejatisu yang telah melimpahkan kasus ini ke pengadilan, patut diapresiasi sebagai lagkah maju penanganan kasus ini terutama setelah sekian lama terkatung-katung dan tidak ada kejelasan untuk penuntasan kasus yang menyeret orang nomor satu di kota ini.

Lanjutnya lagi, terkait dengan keberlangsungan penanganan dan penuntasan kasus, demi terwujudnya supremasi hukum di Sumatera Utara, maka perkembangan penanganan kasus dugaan korupsi Rahudman Harahap selama ini terkesan lambat dan penuh dengan anomali hukum.

“Bahkan sejak ditangani oleh kejaksaan hingga dijadikan sebagai tersangka pada 26 Oktober 2010, ada kesan yang kuat bahwa penanganannya berjalan dengan setengah hati dan diskriminatif. Padahal kasus ini bukanlah perkara biasa. Selain menyebabkan kerugian negara yang cukup besar, posisi Rahudman harahap sebagai elit politik dan penyelenggara negara yang seharusnya bersih dan berintegritas. Oleh sebab itu, penegak hukum terutama kejaksaan dan kehakiman harus belajar dari kelemahan ini,” ujarnya.

Penanganan kasus dugaan korupsi Rahudman Harahap yang kini sedang menjabat sebagai walikota Medan masih sarat dengan ketidaktransparansian khususnya kepada publik. Sehingga sampai saat ini, kesimpangsiuran informasi semakin merebak di tengah publik. Dengan kata lain, ketidakterbukaan informasi terkait dengan perkembangan kasus ini patut disayangkan, tegasnya.

Sementara itu, Rurita Ningrum selaku direktur eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggara (FITRA) Sumatera Utara dan sekaligus sekretaris Aliansi Sumatera Utara Bersih mengatakan, “dengan ditingkatkannya status Rahudman yang kini sudah sebagai terdakwa, maka pengadilan seharusnya segera melakukan penahanan,” ujarnya. Hal ini dianggap perlu selain dalam rangka menciptakan kepastian dan kelancaran proses hukum itu sendiri, juga untuk memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi lainnya di Sumut.

Ruri juga menambahkan, “selama ini Sumut telah dipandang sebagai salah satu daerah di Indonesia yang terindikasi paling korup. Dalam hal ini, kasus korupsi yang melibatkan Rahudman Harahap telah lama menjadi salah satu kasus yang paling disorot secara nasional. Sehingga penting dan prioritas untuk segera diusut tuntas kami demi menghindari semakin tercorengnya wajah pemberantasan korupsi di Sumut,” tambahnya.

Ditegaskanya, “Pengadilan harus segera melaksanakan proses persidangan dengan terlebih dahulu menunjuk hakim yang memiliki kredibel dan juga memiliki integritas dalam memeriksa dan memutuskan perkara ini yang berkeadilan,” katanya.

Adapun sikap dan tuntutan ASUB Ruri mengatakan:

1. Supaya tidak ada bentuk-bentuk upaya "pengistimewaan” dalam proses hukum kasus dugaan korupsi Rahudman Harahap.
2. Supaya masing-masing Kejaksaan dan Hakim, memberikan dakwaan, tuntutan dan putusan yang “berbobot” sehingga hukum yang selama ini dianggap lebih hanya runcing ke bawah tetapi tumpul ke atas tidak terjadi. Dengan demikian, rasa keadilan public juga terpenuhi.
3. Pengadilan harus segera menunjuk hakim yang kredibel dan memiliki integritas dalam memeriksa dan memutuskan perkara ini.
4. Segera tahan Rahudman Harahap untuk memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi lainnya di Sumut.
5. Supaya media massa menjadi ujung tombak pemberitaan, dengan memberikan informasi yang selengkapnya terhadap penanganan kasus Rahudman Harahap agar public memperoleh informasi yang jelas. Demikian disampaiakan pers release Aliansi Sumatera Utara Bersih ini.

Ditambahkannya juga adapun organisasi yang tergabung dalam ASUB sebagai berikut:

BAKUMSU, KontraS Sumut, FITRA Sumut, LBH Medan, HMI Medan, GMKI Medan, PARI, SBSI 92, PBHI Sumut, Pijar Keadilan, Teplok, SAHDAR, KDAS, LBH Eka Bakti, LAPK, FRB, Kesper Sumut, FNPBI Sumut, IKOHI Sumut, Pusaka Indonesia, SBMI Sumut, KBI, SRMI, KPO PRP, KLIKa Sumut, Ikatan Solidaritas Mahasiswa Kristen Universitas Medan Area (ISMK–UMA), Liga Muslim Indonesia, FORMAS, ELSAKA, BARANI, Serikat Pekerja Mandiri, Basis Demokrasi, Sumut Transfaransi, Mapancas, Pasum Pintas, TEMBAK Sumut, GERAMSU, Earth Society For Danau Toba (ES) GEMA, ASPEBLAM, WAHLI Sumut, JAP, GSBI, SPD.(bhc/nco)

Sumber : http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=ASUB%3A+Kejatisu+Harus+Segera+Menahan+WALIKOTA+Medan&subjudul=ASUB#.UaFHFthKm9g

selama jiwa masih bernafas.


by : Nicho Silalahi

jangan terhenti meski kau dizolimi..
jangan pernah takluk meski kau dicurangi.
jangan pernah mundur meski kau dikhianati.
jangan pernah ragu meski kau dipaksa tunduk.

tegar.. dan tegakkan terus kepalamu itu.
kepalkan terus tinjumu itu..
karena tirani ini harus dilawan..
meski kita mendapat hadiah peluru yang panas..

sebab jutaan rakyat harus diselamatkan..
mereka haus akan keadilan..
mereka lapar akan kebenaran..
dan itulah tugas kita kawanku.
selama jiwa masih bernafas.

Nb: Tulisan ini kudedikasikan buat orang yang telah menambah pemahamanku akan sebuah perjuangan hak bagi manusia, lewat tulisannya aku banyak belajar dan mengerti arti kehidupan. untuk itu jangan pernah berhenti maha guru Danial Indrakusuma dalam mencerdaskan umat manusia.

Kota Medan Bukan Milik Rahudman

Oleh : Nicho Silalahi

Walikota ataupun kepala daerah sejatinya adalah pembantu bagi masyarakat yang bekerja untuk melayani administratif dan digaji oleh rakyat melalui pajak yang mereka kumpulkan., jadi sebenarnya walikota ataupun kepala daerah bukan sebagai penguasa yang absolud yang bertindak sesuka hatinya untuk bertindak mengangkat dan memberhentikan seseorang pejabat sesuai kehendak hatinya sebab yang hanya memiliki hak proragtif untuk mengangkat dan memberhentikan pejabat publik hanya dimiliki oleh Presiden.
Yang harus kita fahami bahwa jabatan publik seperti Sekretaris daerah, Kepala dinas / badan / kantor, Kepala bagian, Kepala bidang, Kepala seksi, Camat, Sekretaris camat, Lurah, Sekretaris lurah adalah jabatan karir yang diangkat berdasarkan Kecakapan, Dedikasi, Loyalitas terhadap kinerja yang dilakukannya.

Sungguh sangat disayangkan ketika Rahudman Harahap yang notabenenya adalah Walikota Medan mengangkat anak kandungnya Dedi Jaminsyah Putra Harahap SSTP MAP menjadi Camat Medan Marelan yang sangat kuat mengandung unsur “Nepotisme”, sebab jika mengacu berdasarkan Kecakapan, Dedikasi, Loyalitas terhadap kinerja yang dilakukannya maka sang anak tidak memiliki Loyalitas terhadap kinerja yang diembannya , hal itu dikarenakan anak sang walikota itu telah meninggalkan jabatannya untuk mengejar jabatan yang lebih tinggi dikota Padang Sidempuan.

Keterlibatan Anak sang Walikota tersebut pada pertarungan politik untuk menjadi Walikota Padang Sidempuan telah membuktikan bahwa dirinya tidak memiliki Loyalitas terhadap kinerja yang diemban sebelumnya, atas dasar itulah penulis menilai Walikota Medan Rahudman Harahap melakukan Tindakan yang melanggar hukum sebab disinyalir telah melakukan tindakan “NEPOTISME”. Dan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 “Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”

Dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 Pasal 1 ayat 2 “Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya”. dan ayat 5  “Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara”. Serta Pasal 5 ayat 4tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme; Dan juga Pasal 22 “Setiap Penyelenggara Negara atau Anggota Komisi Pemeriksa yang melakukan nepotisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 4 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.

Dengan mengacu terhadap Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 sangat jelas sekali bahwa walikota medan telah layak diseret para penegak hukum kehadapan pengadilan untuk segera mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah melanggar hukum ini.

Namun jika melihat penegakan hukum dinegara ini maka sudah dipastikan Rahudman ini seperti memiliki kekebalan hukum, sehingga sampai detik ini para penegak hukum tidak juga menangkapnya. Hal itu dibuktikan dengan telah lebih 2 tahun ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintahan Desa (TPAPD) Tapanuli Selatan, tahun 2005 senilai Rp1,5 miliar lebih saat menjabat sebagai Sekda Tapsel namun hingga kini dia malah bebas berbuat sesukanya dan mengangkat serta memberhentikan orang – orang yang tidak disukainya.

Untuk itu penulis mendesak agar lembaga penegak hukum untuk segera berbenah diri dan menjalankan tugasnya dengan benar sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh rakyat, jika hukum masih tebang pilih maka jangan pernah bermimpi Indonesia akan bebas dari Korupsi, Kolusi, Nepotisme.

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area, serta aktif menjadi Penggiat Aliansi Sumatera Utara Bersih

Sumber : http://politik.kompasiana.com/2013/02/12/kota-medan-bukan-milik-rahudman-533622.html

FPR-T: ‘Bangun Persatuan dan Lawan Rezim Anti Rakyat SBY-Boediono’


Wednesday 01 May 2013 19:00:11
 
Aksi Demo Front Perjuangan Rakyat-Tertindas (FPR-T) turun kejalan untuk memperingati hari Buruh Internasional, Rabu (1/5).(Foto: BeritaHUKUM.com/nco)
MEDAN, Berita HUKUM - Sekitar lima ratusan massa yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat-Tertindas (FPR-T) turun kejalan untuk memperingati hari buruh internasional atau lebih dikenal dengan “May Day”, adapapun massa aksi tergabung dari elemen Petani, Mahasiswa, KMK, Buruh, Buruh, Insan PERS serta elemen rakyat lainnya. Rabu (1/5)

Mereka melakukan aksi dan longmars dimulai pada bundaran Majestik Jl.Gatot Subroto Medan hingga kekantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD SU) Jl.Imam Bonjol Medan untuk menyampaikankan orasi politiknya dan membelokir ruas jalan tersebut.

Setelah berorasi sekitar satu jam kemudian massa FRP-T melanjutkan aksinya kekantor Gubernur Sumatera Utara Jl. Diponegoro Medan, setibanya disana massa disambut dengan kawat duri dan brikade kepolisian yang telah bersiaga sehingga jalan tersebut diblokir oleh pengunjuk rasa.

Rachmad P Panjaitan selaku kordinator aksi mengatakan sikap FPR-P secara tegas “dibawah sistem kepemimpinan SBY-Boediono, kondisi rakyat miskin semakin dirampas haknya sehingga kemiskinan tumbuh subur serta banyak lagi hak-hak normatif buruh yang tidak dipenuhi para pengusaha”.

Lanjut Rachmad “lawan politik upah murah dan berikan upah layak bagi buruh beserta keluarganya, hapuskan sistem kerja kontrak dan outsoursing, hapuskan pemberangusan berserikat, tolak PHK, tolak relokasi secara sepihak”.

ditambahkannya lagi, “cabut UU SJSN dan UU BPJS serta keluarkan perpu tentang jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat, tolak liberalisasi perdagangan – JUNK WTO, jalankan landreform sejati bagi kaum tani indonesia, cabut UU pengadaan tanah untuk kepentingan umum, UU KEK, UU Perkebunan, UU Pertambangan, UU PMA dan MP3EI”.
Sambung Rachmad, “Hentikan kriminalisasi terhadap rakyat Indonesia, bubarkan PTPN II dan distribusikan tanah PTPN II kepada rakyat, Negara harus mengakui dan melindungi hak masyarakat Adat serta segera sahkan Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Adat (PPHMA), cabut UU Sikdiknas no.20 Tahun 2003, cabut UU Perguruan Tinggi, no.12 tahun 2012 serta tolak Uang Kuliah Tunggal (UKT)”.

“Tolak ujian nasional dan wujudkan pendidiksn gratis, ilmiah, demokratis yang mengabdi pada rakyat, beriakn lapangan kerja bagi rakyat seluas – luasnya, berikan pelayanan public tanpa dipungut biayadan proses yang cepat, tolak penggusuran pedagang kaki lima, tolak kenaikan harga BBM, tolak kenaikan TDL dan berikan harga sembako yang murah bagi rakyat, Tolak RUU ORMAS dan KAMNAS, perjelas status ikatan kerja kontributor dan koresponden pers dan Tolak Kekerasan Terhadap Insan PERS.

Adapun organisasi yang tergabung dalam FPR-T sebagai berikut : GSBI SUMUT, KASBI, KPO-PRP, KTMJ SEI MENCIRIM, KT SELAMBO, KT SEJATI, HPPKPLN, FKMD IV, BPRPI, KTTJM, KT AEAB, KT SOP,MSMI CABANG MEDAN, FMN, FORMADAS, BARSDEM, KDAS, GEMA PRODEM, KOMUNAL, DKR, PPI, YPRP, AJI, PUSHAM, TEPLOK, LBH MEDAN, FPPI, IKOHI SUMUT.(bhc/nco)

Sumber : http://www.beritahukum.com/detail_berita.php?judul=FPR-T%3A+%91Bangun+Persatuan+dan+Lawan+Rezim+Anti+Rakyat+SBY-Boediono%92&subjudul=Demo+Buruh#.UaE-v9hKm9h

Bara Api Konflik Agraria di Sumatera Utara [Sebuah Catatan]

Bara Api Konflik Agraria di Sumatera Utara [Sebuah Catatan]

Oleh : Nicho Silalahi
 Maraknya perampasan tanah yang dilakukan perkebunan swasta maupun asing tidak menutup kemungkinan merupakan permainan yang dilakukaan para elit partai serta melibatkan oknum – oknum aparat keamanan dan pemerintahan pusat maupun daerah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perlawanan rakyat, baik itu secara kelompok – kelompok kecil maupun berupa aliansi dengan melibatkan puluhan organisasi rakyat serta ribuan orang yang menjadi peserta aksinya.

Hampir setiap hari kita melihat aksi – aksi unjuk rasa, baik itu aksi yang dilakukan secara damai ataupun yang berujung dengan kerusuhan.  Contohnya saja aksi damai yang dilakukan petani Padang Lawas di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara (DPRD SU). Mereka yang tergabung kedalam KTTJM (Kelompok Tani Torang Jaya Mandiri) melakukan aksi pendudukan dan mogok makan serta menjahit mulut. Walaupun begitu, aksi ini tidak juga berhasil mengetuk pintu hati penguasa untuk beritikat baik dengan segera menyelesaikan kasus perampasan tanah yang dilakukan PT SRL (Sumatera Riang Lestasi) dan  PT SSL (Sumatera Silva Lestari) yang diduga milik taipan Sukamto Tanoto.

Aksi yang dlakukan yang berlangsung selama 2 bulan aksi itu dilakukan belum menemukan titik terang atas penyelesaian sengketa lahan mereka terhadap kedua tersebut. Sedangkan dalam Pancasila yang menjadi ideologi bangsa, sila ke-2 berbunyi : “Kemanusiaan yang adil dan beradap” dan sila ke- 5 berbunyi: “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi kedua sila itu sepertinya tidak berlaku kepada para petani yang melakukan aksi menginap dan mogok makan serta jahit mulut di depan kantor DPRD SU beberapa waktu yang lalu.

Belum lagi permasalahan sengketa lahan yang dialami oleh Forum Tani JAS MERAH. Telah berulang kali merka melakukan aksi damai untuk menuntut dikembalikannya tanah seluas 78,16 Ha yang telah diperjualbelikan oleh Dirut PTPN II Ir.H Suwandi kepada pemilik YPNA (Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah) DR.Suprianto alias Anto Keling dengan harga sekita Rp.11,500/m² pada tahun 2006. Sementara itu HGU PTPN  II itu telah habis masa berlakunya pada tahun 2000 dan tidak diperpanjang lagi sesuai SK BPN Pusat No 42 Tahun 2002.

Dengan penjualan yang dinilai ilegal ini maka Suwandi dijatuhi hukuman 2 tahun penjara pada tahun 2008. Jual beli yang ia lakukan bukan menjadi kewenangannya sesuai PP No.40 1996, Seharusnya lahan HGU yang telah habis masa berlakunya segera dikembalikan pada negara dan diserahkan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk segera langsung mendistribusikan tanah tersebut kepada rakyat.

Berdasarkan Kartu Regestrasi Penggarap Tanah (KRPT) menunjukkan tanah tersebut milik rakyat. Pada era Soeharto telah dirampas dari para petani dengan menggunakkan kekuatan militernya. Saat itu siapa saja yang melawan pada waktu perampasan akan ditangkap dengan tuduhan antek – antek BTI / PKI (Barisan Tani Indonesia/Partai Komunis Indonesia).

Rombongan anggota komisi II DPR RI yang pernah datang ke posko Forum Tani JAS MERAH antara lain: Mestariady (Grindra), Abdul Wahab Dalimunthe (Demokrat), Rosmiati (Demokrat), Akbar Faisal (Hanura), Tunmanjaya (PKS), Heru Chair (PAN), Mukowap (PPP), yang dipimpin Chairuman Harahap (Golkar). Dalam kunjungan tersebut turut hadir Kapolres Deli Serdang serta Asisten III Pemprov Sumut. Mereka mendengarkan keluh kesah  para petani. Namun tetap saja hasilnya nihil karena tanah yang diharapkan para petani tak kunjung kembali. Bisa dikatakan kunjungan kerja komisi II DPRRI terkesan hanya seremonial belaka untuk menghamburkan uang rakyat saja.

Jika kita mengacu pada Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA) No 5 Tahun 1960 yang dengan tegas berbunyi:  Pasal 6 “Setiap Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial“. Pasal 7 “Untuk Tidak Merugikan Kepentingan Umum Maka Pemilikan dan Penguasaan Tanah yang Melampaui Batas Tidak Diperkenankan”. Pasal 13 ayat (1) “Pemerintah Berusaha Agar Supaya Usaha – usaha Dalam Lapangan Agraria Diatur Sedemikian Rupa, Sehingga Meninggikan Produksi dan Kemakmuran Rakyat Sebagai yang Dimaksud Dalam Pasal 2 ayat (3) Serta Menjamin Bagi Setiap Warga – Negara Indonesia Derajat Hidup yang Sesuai Dengan Martabat Manusia, Baik Bagi Diri Sendiri Maupun Keluarganya”. Ayat (2) “Pemerintah Mencegah Adanya Usaha – usaha Dilapangan Agraria Dari Organisasi – organisasi dan Perseorangan yang Bersifat Monopoli Swasta”. Jika saja UUPA dijalankan secara konsekuen tanpa membedakan kelas sosial yang kaya dan miskin maka konflik agraria bisa diminimalisir.

Masih banyak dan teramat banyak permasalahan tanah di Sumatera Utara ini yang tidak pernah diselesaikan satupun. Persoalan tersebut bisa menjadi bom waktu yang tinggal menunggu kapan tiba waktunya akan meledak, dan akan bermuara pada kerusuan masal yang akan menimbulkan banyak korban, baik itu korban jiwa dan harta. Kurang lebih terhadap 700 kasus tanah di Sumut yang sedang mendidih. Bisa jadi kasus-kasus tersebut bermuara pada Revolusi Agraria. Bila para petani ini tidak lagi percaya pada pemerintahan maka malapetaka bagi bangsa ini akan segera terjadi.

Karena percikan – percikan api kerusuhan telah berulang kali terjadi seperti yang dicatat penulis dari berbagai sumber berita yang masih segar dalam ingatan kita:
  1. Pembakaran Kantor PT. Nauli Sawit Di Kab.Tapanuli Tengah (2008)
  2. Pembakaran 4 Dump Truck disimpang PLTU Labuhan Angin  Kab. Tapanuli Tengah (2010).
  3. Pembakaran 15 truk dan bus, di kawasan PTPN II Kec. Kutalimbaru, Kab. Deliserdang (2012).
Tuntutan dari kaum tani sudah secepatnya perlu diselesaikan agar kejadian seperti di Mesuji dan Bima yang telah merenggut banyak nyawa tidak terulang lagi. Pemerintah sudah seharusnya segera mendistribusikan tanah yang telah habis masa HGU-nya kepada petani agar swasembada pangan bisa kembali lagi terjadi di negeri ini. Jangan lagi tanah yang telah habis masa HGU-nya dibagikan kepada mafia tanah maupun deplover (pengembang) untuk membuat kawasan – kawasan elit.

Bila hal itu dilakukan oleh pemerintah dengan segera, maka jika dilihat dari aspek ekonominya akan mengangkat taraf kehidupan masyarakat terutama kaum tani yang selama ini tidak memiliki tanah. Dengan begitu akan menciptakan lapangan kerja produktif yang baru serta mampu mencegah urbanisasi dan penumpukan penduduk di tengah kota. Apabila ini terjadi, program pemerintah untuk memangkas kemiskinan akan berjalan sangat efektif dan secara tidak langsung mampu mengurangi pengaguran, premanisme, pengemis, serta problem sosial lainnya. Akan tetapi kalau pemerintah diam saja, bisa jadi bara api itu akan berkobar di Sumut, karena rakyat memilih jalan keluarnya sendiri.***

Tentang Penulis:
Penulis merupakan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area. Selama ini aktif mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak pro pada rakyatnya.

Sumber : http://tikusmerah.com/?p=454

ASB Tolak Pemberian Penghargaan Pada SBY


ASB Tolak Pemberian Penghargaan Pada SBY
Wednesday 15 May 2013 00:22:07
 
Veryanto saat menjadi narasumber dalam diskusi tentang plularisme beberapa waktu lalu di Medan.(Foto: BeritaHUKUM.com/nco)
MEDAN, Berita HUKUM - Aliansi Sumut Bersatu (ASB) mengapresiasi komitmen dan upaya-upaya yang dilakukan oleh Appeal of Conscience Foundation untuk mengatasi kejahatan atas nama agama. Mencermati informasi yang beredar di Indonesia saat ini bahwa Presiden Republik Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono akan menerima penghargaan World Stateman dari Appeal of Conscience Foundation atas kerja dalam isu toleransi dan kebebasan berkeyakinan. Maka dari itu ASB menolak pemberian penghargaan itu sebab kami menilai bahwa SBY gagal dalam menciptakan toleransi beragama pada negeri ini. Hal ini dikatakan langsung oleh Veryanto Sitohang selaku Direktur Eksekutif ASB kepada wartawan saat dihubungi melalui selulernya, Senin (13/5).

Veryanto menjelaskan bahwasanya ASB adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang concern terhadap isu kebebasan beragama khususnya di Sumatera menilai bahwa pemberian penghargaan terhadap Presiden SBY tidak tepat. Hal ini berdasarkan data pemantauan ASB melalui 5 media lokal di Provinsi Sumatera Utara tentang situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Lanjutnya lagi ASB mencatat pada tahun 2011 kekerasan beragama terjadi 63 kasus, kemudian ditahun 2012 jumlah kasus tersebut meningkat menjadi 75 kasus. Selain itu, sejak tahun 2009 sampai sekarang Aliansi Sumut Bersatu juga membantu advokasi berbagai persoalan rumah ibadah di beberapa wilayah di Indonesia seperti:

1. Ancaman Pembongkaran Patung Budha Amitabha di Vihara Tri Ratna Kota Tanjung Balai – Provinsi Sumatera Utara.
2. Pembakaran Gereja HKBP dan Gereja Pentakosta di Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara.
3. Penyerangan dan Penolakan Pembangunan Gereja HKBP di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara.
4. Penyerangan terhadap Mesjid Ahmadiyah di Kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
5. Penyegelan 16 Gereja dan 1 Rumah Ibadah Lokal (Penghayat Kepercayaaan – PAMBI) di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh.
6. Penutupan 9 Gereja dan 5 Vihara di Kota Banda Aceh Provinsi Aceh.
7. Penolakan dan pemberhentian pendirian Masjid Al Munawar Sarulla, Desa Mahornop Marsada Kecamaten Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara.

Veryanto juga menambahkan, "dari data kasus yang kami tunjukkan di atas, hanyalah sebagian kecil peristiwa intoleransi yang terjadi di Indonesia dan ironisnya SBY tidak menunjukkan itikad baik untuk menghasilkan solusi damai dan perlindungan terhadap penganut agama/kepercayaan minoritas yang rentan menjadi korban,” tambahnya.

Situasi ini tidak sesuai dengan amanat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 28 E ayat (1), "Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya," ujarnya

Dengan melihat data kasus intoleransi diatas, kami (ASB) meyimpulkan bahwa, “SBY tidak layak untuk menerima Penghargaan World Stateman. Tetapi sebaliknya SBY telah melanggar konstitusi yaitu UUD 45 dan selama pemerintahannya kasus-kasus intoleransi sangat banyak terjadi,” tegasnya.(bhc/nco)

Sumber : http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=ASB+Tolak+Pemberian+Penghargaan+Pada+SBY&subjudul=Medan#.UaE5rNhKm9g
    

BAKUMSU: Desak ACF Batalkan Pemberian Penghargaan World Statement Pada SBY

BAKUMSU: Desak ACF Batalkan Pemberian Penghargaan World Statement Pada SBY
Sunday 12 May 2013 20:16:36
Benget Silitonga, Sekretaris Eksekutif BAKUMSU.(Foto: BeritaHUKUM.com/nco)
MEDAN, Berita HUKUM - Perhimpunan BAKUMSU adalah sebuah organisasi non pemerintah yang concern dalam isu penguatan demokrasi, penegakkan hukum, dan penguatan masyarakat sipil, berkedudukan di Medan Sumatera Utara. Kami menghargai dan menghormati komitmen dan upaya-upaya yang telah dilakukan Appeal of Conscience Foundation (ACF) untuk mengatasi kejahatan atas nama agama. Namun kami terkejut dan kecewa dengan ACF karena menurut informasi yang kami dengar di Indonesia, ACF akan memberi penghargaan World Statement kepada Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, dan kami mendesak agar ACF membatalkan pemberian gelar itu, hal ini dikatakan langsung oleh Benget Silitonga selaku Sekretaris Eksekutif BAKUMSU kepada Wartawan saat dihubungi melalui selulernya, Minggu (12/5).

Benget juga menilai rencana pemberian penghargaan tersebut tidak tepat ditengah semakin maraknya tindakan intoleransi atas kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia. Berdasarkan pemantauan beberapa organisasi yang bergerak dalam isu toleransi, seperti SETARA Indonesia, tercatat 264 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan sepanjang tahun 2012. Pelanggaran tersebut terdiri atas 371 bentuk tindakan yang menyebar di 28 provinsi. Terdapat 5 provinsi dengan tingkat pelanggaran paling tinggi yaitu, Jawa Barat (76) peristiwa, Jawa Timur (42) peristiwa, Aceh (36) peristiwa, Jawa Tengah (30) peristiwa, dan Sulawesi Selatan (17) peristiwa.

Ditambahkannya lagi, "untuk tingkat lokal provinsi Sumatera Utara, Aliansi Sumut Bersatu (ASB) juga mencatat beberapa kasus intoleransi dalam hak kebebasan beragama dan berkeyakinan yang terus meningkat, antara lain adalah; ancaman kelompok yang mengatasnamakan Islam untuk membongkar Patung Budha Amitabha di Vihara Tri Ratna Kota Tanjung Balai, Provinsi Sumatera Utara, pembakaran Gereja HKBP dan Gereja Pentakosta di Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas Provinsi Sumatera Utara, penyerangan dan Penolakan Pembangunan Gereja HKBP di Kota Binjai Provinsi Sumatera Utara, penyerangan terhadap Mesjid Ahmadiyah di Kota Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Belum lagi penyegelan 16 Gereja dan 1 Rumah Ibadah Lokal (Penghayat Kepercayaaan–PAMBI) di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh, penutupan 9 Gereja dan 5 Vihara di Kota Banda Aceh Provinsi Aceh dan penolakan dan penghentian pendirian Masjid Al Munawar Sarulla, Desa Mahornop Marsada Kecamaten Pahae Jae, Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera Utara,” tambahnya.

Lanjut Benget, "Sungguh sangat ironis bila penghargaan itu diberikan sedangkan dalam berbagai peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan yang tergolong baru justru semakin marak terutama dalam 3 bulan terakhir ini. Beberapa diantaranya yakni pembongkaran gereja HKBP Setu di Kabupaten Bekasi pada 21 Maret, pengrusakan rumah ibadah Jemaat Ahmadyah Indonesia masing-masing yakni di Jatibening, Pondok Gede Bekasi pada 5 april dan pengrusakan di Kampung Wanasigra desa tenjowaringin Jawa Barat pada 5 Mei," katanya.

Kondisi tersebut tentu saja tidak sesuai dengan amanat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 28 E ayat (1) yang mengamanatkan, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa Susilo Bambang Yudoyono, sebagai Presiden RI telah gagal menjalankan amanat Konstitusi RI, untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia dari kekerasan dan pelanggaran HAM, sebagaimana ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945, ujarnya.

Mencermati kondisi tersebut, kami Perhimpunan BAKUMSU meyimpulkan bahwa, Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono tidak layak untuk menerima Penghargaan World Stateman dari ACF. “Kami juga mendesak ACF untuk segera membatalkan rencana pemberian penghargaan tersebut karena telah melukai hati dan jiwa para korban intoleransi di Indonesia,” tegasnya mengakhiri.(bhc/nco)
sumber : http://beritahukum.com/detail_berita.php?judul=BAKUMSU%3A+Desak+ACF+Batalkan+Pemberian+Penghargaan+World+Statement+Pada+SBY&subjudul=Medan#.UaE4x9hKm9h

Penguasa Kembalikan Dia Pada Kami.!!!

Penguasa Kembalikan Dia Pada Kami.!!!

Dimana Kau Sembunyikan Semangat Kami.
Dimana Kau Simpan Pembakar Jiwa Kami.
Dimana Kau Asingkan Nurani Kemanusian Kami.
Meski Dia Kau Hilangkan, Namun Tak Akan Pernah Menghentikan Perlawanan Kami.!!

Ingatlah Penguasa Laknat.!
Kau Tak Akan Pernah Bisa Menghentikan Derap Langkah Kami.
Kau Juga Tak Bisa Menghentikan Nyanyian Duka Kami.
Sebab Derap Langkah Dan Nyanyian Duka Berasal Dari Amarah Yang Tertindas.

Ingatlah Penguasa Laknat.!!
Sebentar Lagi Kami Akan Kembali Untuk Mengambil Hak Kami.
Mencari - cari Yang Hilang Didalam Kerongkonganmu.
Membongkar Tameng Dan Topeng Kerakusanmu.

Hai Penguasa Laknat.!!
Serdadu - Serdadu Pemberontakan Kami Telah Siap Bergerak.
Sebab Kami Telah Muak Dengan Tingkah Busukmu.
Kami Akan Mengepung Istana Dan Simbol Keangkuhanmu.
Bila Saat Itu Tiba Maka Kami Akan Menghancurkannya.
Hingga Tiada Satupun Yang Akan Kami Sisakan.

NFG - Kamar Kost
12 Mei 2013.
Melawan Lupa Untuk Mereka Yang Belum Kembali.