Pages

Friday 27 July 2012

KEMISKINAN VS KEKUASAAN.


KEMISKINAN VS KEKUASAAN.
PKL Juga Rakyat.
Oleh : Nicho Silalahi

Gusur menggusur sudah tak asing lagi kita dengar dinegeri yang kaya akan sumber daya alam ini, dan hebatnya selalu saja rakyat miskin menjadi korban dari ganasnya penguasa yang berpihak pada kepentingan modal. 

Dengan dalih pembangunan ataupun keindahan kota penguasa (pemerintah) membuat kebijakan sepihak bahkan dengan tega dan tidak berperikemanusiaan menggusur siapa saja tanpa memikirkan bagaimana nasib korban selanjutnya.

Seharusnya pemerintah memikirkan bagaimana cara menciptakan lapangan kerja untuk meningkatkan perekonomian rakyat miskin agar kehidupan mereka jauh lebih baik, tapi malah pemerintah justru menunjukan sikap arogansi dengan kekuasaan dan membariskan para aparatus Negara untuk melakukan pembersihan (penggusuran).

Piala Adipura untuk siapa

Sudah sering kita mendengar bahkan kita melihat secara jelas perilaku penguasa dengan para aparatusnya melakukan pengggusuran semena-mena Pedagang Kaki Lima (PKL) yang mencari nafkah demi bertahan hidup dari kerasnya jaman. Penggusuran sering dilakukan hanya untuk mengejar piala adipura yang tidak ada gunanya bagi rakyat miskin. Maka pemerintah dengan tangan besinya langsung saja menggusur mereka tanpa merelokasi para pedagang ketempat yang lebih baik.

Keberhasilan seorang kepala daerah sesungguhnya bukan dilihat dari berapa banyak dia mendapatkan piala adipura tetapi kepiawaiannyalah dalam mengentaskan kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja baru dengan upah layak, sehingga tidak ada lagi kita lihat antrian-antrian penduduk menunggu jatah raskin (Beras Miskin) ataupun antrian membeli minyak tanah serta pembagian sembako lainnya, jika hal itu telah terjadi berarti penduduk daerah itu telah sejahtera.

Jika memang pemerintah mau menciptakan keindahan kota maka pemerintah harus lebih dulu memperbaiki ekonomi masyarakatnya, bukannya menggusur secara paksa para PKL. Harusnya pemerintah mendukung PKL dan usaha kecil lainnya karena mereka telah mampu menciptakan lapangan kerja sendiri sebab tanpa pemerintah sadari mereka juga telah memberikan kontribusi pada pendapatan Asli Daerah (PAD).

Perda, DPRD dan Moral.

Berbagai perda (peraturan daerah) bermunculan yang digodok oleh DPRD dan pemerintah. Sering sekali tanpa melibatkan konstituen dari masyarakat yang terkena imbas langsung dari perda tersebut. Ketika perda tersebut akan disahkan maka wakil – wakil rakyat akan berlomba untuk melakukan study banding kedaerah lain bahkan sampai keluar negri. Disinyalir ini adalah modus (modal dusta) para anggota dewan untuk menikmati jalan – jalan gratis serta hanya menghamburkan  uang rakyat saja.

Seharusnya para anggota dewan itu tidak perlu melaksanakan study banding tapi mereka pergi kedaerah pemilihannya serta berdialog langsung dengan rakyat yang memilihnya sehingga perda yang keluar nantinya lebih mengakomudir kepentingan rakyat (pro rakyat) bukan kepentingan kaum pemilik modal.

Prilaku anggota dewan terkadang sering mengecewakan bahkan penulis pernah melihat langsung anggota dewan yang tidak peduli pada nasib rakyatnya. Pada tanggal 27 juni 2012 puluhan mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa dengan mendatangi DPRDSU. Kehadiran mereka diterima langsung oleh 4 anggota dewan (2orang dari partai PKS dan 2 orang lagi dari partai Demokrat).

Aksi unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa yang dikomandoi oleh penulis, untuk mempertanyakan kinerja mereka terkait rencana SP3 dugaan kasus korupsi walikota medan serta kenapa mereka melakukan pembiaran terhadap rakyatnya (petani dari padang lawas) yang melakukan mogok makan dan jahit mulut serta telah hampir dari 2 minggu melakukan aksi tersebut, namun belum juga ditindak lanjutin sementara sudah puluhan orang keluar masuk rumah sakit terkait aksi tersebut.

Ditengah berlangsungnya unjuk rasa, para mahasiswa melakukan aksi solidaritas untuk menggalang dana agar dapat membantu biaya rumah sakit para petani tersebut yang sampai saat itu tak ada seorangpun dari mereka peduli serta membantu biaya rumah sakit. Padahal penulis dan rekan – rekan memulai dengan mengalang dana dari uang saku masing – masing didepan mata ke 4 anggota dewan, namun saat diminta pada ke 4 anggota dewan itu malah terjadi perdepatan sengit antara pengunjuk rasa dengan mereka sehingga pengunjuk rasa (rekan penulis) langsung merampas toa yang mereka pegang dan meninggalkan gedung dewan serta melanjutkan aksi menggalang dana di jalan depan gedung DPRDSU.

Sejak saat itu penulis menganggap bahwa anggota dewan tidak punya hati lagi ataupun naluri kemanusiaannya. Padahal dalam perdebatan itu pengunjuk rasa sempat mengatakan “mereka hanya ingin melihat sisi kemanusian wakil rakyat bukan ingin melihat nominal jumlah yang besar maupun kecil tidak menjadi soal”.

Perlawanan Rakyat Miskin

Bukan tidak mungkin perlawanan rakyat miskin akan sering terjadi dinegeri ini bahkan bisa bermuara pada pemberontakan jika saja kebijakan-kebijakan pemerintah tidak berpihak pada rakyat. Bima menjadi salah satu contoh dimana rakyatnya melakukan perlawanan terhadap pemerintahan setempat bahkan sampai melakukan pembakaran kantor bupatinya, sebab masyarakat disana menilai pemerintahannya tidak pro terhadap rakyat dan hanya mengutamakan kepentingaan modal.

Bahkan salah satu contoh dinegara asing seperti Tunisia, dimana Revolusinya dimulai dari penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah terhadap PKL disana sehingga seorang warga bernama Mohammed Bajauji melakukan bakar diri sehingga memicu pemberontakan rakyat miskin dan menggulingkan rezim Diktator Ben Ali yang berkuasa saat itu.

Jalan keluar

Agar perlawanan rakyat miskin tidak terjadi pemerintah seharusnya berhati – hati membuat kebijakan supaya tidak melukai perasaan rakyat miskin, karena perasaan rakyat miskin itu sungguh sangat sensitive dan mudah terpancing untuk melakukan tindakan nekad yang mana mereka sudah muak dengan kemiskinan sehingga mereka tidak pernah memikirkan untung dan rugi serta menghancurkan apa saja.

Selayaknya pemerintah membuat kebijakan yang pro terhadap rakyat bukan kebijakan yang pro terhadap modal, sehingga bisa meminimalisir konflik-konflik horizontal di masyarakat. Dan segeralah pemerintah menciptakan lapangan kerja dengan upah layak secara luas agar menyerap banyak tenaga kerja serta akan sangat signifikan memberantas kemiskinan yang mampu menjadi sumber pendapatan asli daerah.


-----------------------------

* Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area, serta aktif diorganisasi mahasiswa dan menjadi Ketua Kolektif Kota Medan di Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN).

Monday 16 July 2012

Kembalikan Tanah Rakyat Bukan Pada Mafia Tanah






Kembalikan Tanah Rakyat 

Bukan Pada Mafia Tanah


Oleh : Nicho Silalahi

Tanah adalah alat produksi bagi petani untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarganya. Namun kini tanah seolah menjadi barang langka bagi para petani dikarenakan semangkin maraknya perkebunan swasta baik itu dimiliki oleh asing maupun dimiliki oleh bangsa sendiri sehingga meningkatnya konflik sosial yang dapat bermuara menjadi petumpahan darah seperti yang terjadi baru-baru ini dimesuji Lampung.


Sejak perkebunan – perkebunan itu mucul maka perampasan tanah marak terjadi sehingga banyak petani yang kehilangan tanahnya, tidak bisa dipungkiri perampasan tanah banyak menggunakan tenaga – tenaga para aparat militer maupun kepolisian (pen : Sebelumnya Bernama ABRI). Hal ini terjadi di berbagai daerah salah satunya di Desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang, dimana masyarakat disana mengatakan mereka telah memiliki KRPT (Kartu Resmi Penggarap Tanah) yang dilindungi Undang – Undang Darurat 1958, perampasan tanah mereka dilakukan oleh rezim otoriter soeharto dengan menggunakan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) untuk membuat PTP IX (PT.Perkebunan) Kebun Tamora dan sekarang bernama PTPN II (PT.Perkebunan Nusantara II) Kebun Tamora.

Dimana saaat itu ratusan kepala keluarga dipaksa untuk menyerahkan tanahnya kepada Negara, tetapi jika para petani tidak menyerahkan tanahnya maka mereka akan dianggap BTI/PKI (Barisan Tani Indonesia / Partai Komunis Indonesia), yang pada saat itu operasi pengganyangan PKI sedang gencarnya dilakukan. Sehingga sejak itu para petani hidup dalam ketakutan dan kemelaratan.

Dengan bergulirnya reformasi ditandai tumbangnya rezim otoriter dan militeristik soeharto pada tahun 1998 yang dimotori para mahasiswa maka harapan akan perubahan kembali datang dan merangsang semangat para petani untuk mendapatkan kembali tanahnya.

Diberbagai daerah timbulah ratusan bahkan ribuan kelompok-kelompok tani progresif dan militan, tidak ketinggalan juga didesa dagang kerawan para petani membentuk kelompok tani JAS MERAH (jangan sekali-kali melupakan sejarah) untuk memperjuangkan hak mereka yang telah dirampas Negara. Selama rezim orba (orde baru) mereka hidup dalam ketakutan namun kehadiran reformasi telah menumbuhkan semangat mereka untuk kembali berjuang mendapatkan tanahnya.

Perjuangan kelompok tani jas merah ini dalam mendapatkan tanahnya tidaklah mudah, mereka terus menerus melakukan aksi unjuk rasa damai kepemerintah agar segera mengembalikan tanah mereka. Namun hingga saya menulis ini pemerintah tak kunjung juga merealisasikan tuntutan mereka bahkan tanah mereka kini telah diperjual belikan Dirut PTPN II Ir.H Suwandi kepada anto keling (Yayasan Pendidikan Nurul Amaliyah) pada tahun 2004, sedangkan HGU PTPN II itu telah habis masa berlakunya pada tahun 2000 dan tidak diperpanjang lagi, Seharusnya HGU yang telah habis dikembalikan pada Negara dan pemerintah mendistribusikan tanah itu kepada rakyat.

Akibat penjualan ini mantan dirut PTPN II itu dihukum 2 tahun penjara dan denda. Namun sang pembeli (penadah) tidak juga tersentuh hukum, Dalam KUHP (Kitap Undang - Undang Hukum Pidana) pasal Pasal 480 ayat 1. barang siapa membeli, menyewa, menukar, menerima gadai, menerima hadiah, atau untuk menarik keuntungan, menjual, menyewakan, menukarkan, menggadaikan, mengangkut, meyimpan atau menyembunyikan sesuatu benda, yang diketahui atau sepatutnya. harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan penadahan; Ayat 2. barang siapa menarik keuntungan dari hasil sesuatu benda, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduga bahwa diperoleh dari kejahatan. Dan Pasal 481 Ayat (1) Barang siapa menjadikan sebagai kebiasaan untuk sengaja membeli, menukar, menerima gadai, menyimpan, atau menyembunyikan barang yang diperoleh dari kejahatan, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun. Ayat (2) Yang bersalah dapat dicabut haknya berdasarkan pasal 35 no. 1 - 4 dan haknya untuk melakukan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

Aneh memang hukum dinegri ini terkesan hanya berlaku bagi orang miskin namun bagi pemilik modal maka hukum hanya sebagi isapan jempol semata ibarat seperti pisau yang hanya tajam kebawah namun tumpul keatas, Karena hingga kini sang pembeli (penadah) belum juga tersentuh hukum.

Meskipun tanah kelompok tani JAS MERAH telah diperjual belikan namun mereka tidak patah semangat sebab mereka menyadari jual beli eks HGU PTPN II tersebut telah cacat demi hukum dan perjuangan kelompok tani tesebut semangkin gencar dilakukan sehingga membuat resah para pemangku kebijakan. Sehingga diduga upaya kriminalisasi dilakukan yang bekerja sama dengan mafia tanah, maka upaya kriminalisasi yang tergolong sukses itu berhasil menjerat serta memenjarakan 7 orang termasuk ketua kelompok tani Jas Merah Eko Sofianto akibat bentrok dilahan dengan preman – preman bayaran disinyalir suruhan oleh anto keling serta keterlibatan oknum polisi.

Dalam pertemuan dengan rombongan anggota komisi II DPR RI antara lain : Abdul Wahab Dalimunthe (Demokrat), Rosmiati (demokrat), Tunmanjaya (PKS), Mukowap (PPP), Heru Chair (PAN), Mestariady (Grindra), Akbar Faisal (Hanura) yang dipimpin Chairuman Harahap (Golkar) dan dihadiri oleh Kapolres Deli Serdang serta asisten III Pemprovsu diposko kelompok Tani JAS MERAH, salah seorang warga mengucapkan kepada mereka, “Kami masyarakat di sini mengalamin intimidasi, Ada 7 orang warga kami yang di tangkap karena dituduh menganiayaan preman, Kami telah buat laporan Kepada Polisi saat tanaman kami dirusak, terus kami membangun musollah juga dirusak dan di situ ada jug polisi. Namun ketika preman bayaran itu mengadu pada polisi maka kami langsung di tangkapin. kami telah 8 kali buat pengaduan dengan polisi tapi satupun tak pernah di tangani, pada tahun 2005 rumah warga dirusak dan dilaporkan pada kepolisian tapi tetap saja tak berkelanjutan, Kami sangat berharap agar kami jangan dikriminalisasi”.

Kedatangan anggota DPR RI ini terkesan hanya seremonial saja dan cuma menghabiskan (menghamburkan) uang rakyat karena sampai kini belum juga mampu mempengaruhi pemerintah untuk segera mengembalikan seluruh tanah rakyat.
Untuk itu penulis menyarankan agar pemerintah segera mendistribusikan tanah yang telah habis masa HGUnya kepada para petani, juga membubarkan perkebunan yang masih bersengketa lahan dengan masyarakat sekitar, sebab dengan cara itu juga konflik sosial bisa diminimalisir dan pertumpahan darah bisa dihindarkan serta mampu menciptakan lapangan kerja baru sehingga mampu mengangkat taraf ekonomi rakyatnya. Dan pemerintah menegakkan hukum yang berkeadilan tanpa pernah memandang klas dan status sosial apapun.
————————

*Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area, serta aktif di organisasi mahasiswa dan menjadi Ketua Kolektif Kota Medan di Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (PEMBEBASAN).

Sudah Terbit Di Media Lokal
Harian Sumut Pos Tgl 26 juni 2012 hal 4


dan terbit juga di media online :

http://kepalasekolah.com/kembalikan-tanah-rakyat-bukan-pada-mafia-tanah-07-2012

http://www.bacadulu.com/artikel/kembalikan-tanah-rakyat-bukan-pada-mafia-tanah

Friday 6 July 2012

Negri Sejuta Janji



Negri Sejuta Janji

BY : Nicholas Frans Giskos


kita bicara dengan hati bukan dengan belati.
kita berkarya dengan pasti bukan dengan mimpi.
namun dinegri ini semua tiada arti.
hingga kaum miskin hanya menjadi sapi.


sang politikus umbar seribu janji.
yang tidak pernah dipenuhi.
kaum - kaum munafik masih berdiri.
halalkan agama untuk korupsi.

percikan - percikan kemarahan telah dimulai.
bentrokan - bentrokan kecil kini tersaji.
mencari - cari warna ibu pertiwi.
untuk menghancurkan para tirani.

NFG-Sekret Fitra Sumut
06 Juli 2012 07:27 WIB