Pages

Monday, 27 August 2012

Go Green Bukan Sekedar Slogan



Go Green Bukan Sekedar Slogan
Selogan Go Green yang dikampanyekan oleh para penguasa terkesan hanyalah seremonial belaka untuk mengikuti trend yang lagi populer saat ini. Sedangkan disisi lain pemerintah melegalkan berbagai pertambangan dan industri lainya yang nota bene banyak menghasilkan Limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) serta sangat berbahaya bagi kehidupan disekitanya. Libah B3  yang banyak dibuang pertambangan seperti mercuri, magan, zeng dll jelas sangat merusak hutan dan ekosistem yang ada bahkan akan lebih berbahaya lagi bagi kehidupan manusia.

Akibat dari Pembuangan limbah secara sporadis dalam jangka panjang sudah dipastikan dapat merusak jaringan sel saraf manusia seperti timbulnya penyakit kangker , penyakit kulit, ISPA dll. Belum lagi banyak industri dalam skala besar yang membuang limbah langsung kesungai atau laut sehingga perusakan akan ekosistem semangkin parah. Contohnya saja ketika kegagalan eksploitasi yang dilakukan PT.Lapindo Brantas diporong Sidoharjo yang mengakibatkan Puluhan Ribu Kepala Keluarga Kehilangan Tempat tinggal serta Ratusan Ribu Orang Yang kehiliangan pekerjaan menjadi bukti bahaya pertambangan itu. Maka dari itu pemerintah harus benar – benar konsisten dalam melaksanakan slogan Go Green  bukan hanya sebatas serimonial belaka. Sikap tegas dari pemerintahlah yang diperlukan dan berani mengambil kebijakan dengan mencabut ijin mereka.

Peran Masyarakat juga diperlukan sebagai kontrol agar kerusakan lingkungan dapat diminimalisir, sehingga alam yang indah ini tidak rusak akibat ulah orang-orang yang hanya mencari keuntungan pribadinya saja. Masyarakat jangan takut ataupun gentar untuk melakukan pemboikotan pada setiap pertambangan atau industri yang berpotensi merusak alam ini. Coba anda pikirkan alam tempat tinggal kita rusak maka yang paling beresiko terkena dampak kerusakan itu adalah kita sendiri sedangkan para pemodal hanya mengambil keuntungannya saja serta menikmati keuntungannya jauh dari tempat terjadinya kerusakan itu.

Jadi saya sarankan anda untuk berani melakukan tindakan tegas jika pemerintah mandul (abstain) untuk menjaga alam ini serta anda semua mulailah mencintai lingkungan sekitar ada juga mulailah memprogam diri anda agar melakukan penghijauan agar dampak dari kerusakan lingkungan bisa diminimalisir. Sehingga kita bisa memberikan udara yang sehat bagi lingkungan sekitar kita.

Saya menghimbau anda untuk segera melakukan penanaman kembali dikawasan –kawasan hutan yang telah dirusak para pelaku ilegal loging agar bencana Banjir, Longsor dll bisa kita minimalisir dan korban jiwa maupun harta benda tidak berjatuhan lagi.

Salam Lestari dari saya


Nicho Silalahi.

Penulis Adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area.

Sunday, 19 August 2012

Derita Rakyat Dari Sebuah Bangsa.

Derita Rakyat Dari Sebuah Bangsa
"Merah Putih Diatas Tebing Dan Batu"
Oleh : Nicho Silalahi.
Kepuncak Gunung Sibayak Demi Melihat Merah Putih Berkibar.

Gunung Berapi Sibayak (Gunung Raja penduduk setempat menyebutnya) yang teletak di kabupaten Karo yang berjarak sekitar 60 KM dari Kota Medan dan terletak di Provinsi Sumatera Utara. Dengan ketinggian sekitar 2.172 Meter diatas permukaan laut dan memiliki pemandangan sangat eksotis Mulai dari keindahan Telaga Kawah dengan tebing tebingya beraneka warna sampai puncaknya yang unik, berbentuk tapal kuda lalu meninggi seperti piramida. Karena melewati hutan belantara maka gunung ini memiliki sejuta pesona pemandangan hingga kita juga dapat melihat Gunung berapi sinabung disebelahnya.

Subuh dinihari aku melakukan perjalanan untuk mendaki puncak gunung sibayak hanya untuk menyaksikan para pencinta alam mengibarkan bendera merah putih sebagai wujud ucapan terima kasih bagi para pahlawan yang telah mengorbankan nyawanya demi memerdekakan bangsa ini.

Pergulatan Dalam hatiku.

17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan Bangsaku, dimana setiap tahunnya acara bersifat seremonial dilakukan yang bertujuan untuk memperingatin Jasa- Jasa para pahlawan yang dengan gagah berani harus mengorbankan nyawanya demi memberikan kemerdekaan bagi generasi setelahnya.

Dengan dikibarkannya bendera merah putih dan diiringi lagu kebangsaaku “INDONESIA RAYA” menggerakan bathinku untuk mengikuti proses yang sangat hikmat itu serta berlinanglah air mata ini mengenang pengorbanan para pendahuluku itu sebab apa yang diperjuangkannya ternyata tidak seperti yang mereka cita – citakan.

Meski kuhormati sang merah putih saat diadakannya upacara diatas puncak gunung sibayak semata karena aku sedih mengenang jasa para pendahuluku yang rela mengorbankan nyawa demi kami generasinya, agar kami tidak lagi di jajah dan ditindas. hormatku pada merah putih bukan berarti aku tunduk pada negara maupun kepala negaranya sebab hingga kini aku belum merasakan kemerdekaan itu secara utuh.

Kala mengheningkan cipta kepalaku tertunduk betapa sedihnya pendahuluku yang rela mati, namun kini generasinya telah dijual oleh pemerintahan kepada bank dunia atau sejenisnya. sebab hutang luar negri telah mencapai angka lebih kurang 1900 Triliun. jadi setiap generasi yang akan lahir akan menanggung utang negara.

Pemberontakan Pada Jiwa.

Aku terus bertanya pada diriku ditengah hening cipta berlangsung apakah aku telah merdeka.? Setiap pertanyaan itu timbul maka dengan tegas hatiku menjawab kau belum merdeka seutuhnya, buktinya kau masih dihisap dan diperah oleh sebuah sistim kapitalistik yang diberlakukan oleh negaramu. Lihat saja biaya hidup semangkin hari terus meroket naik, belum lagi mahalnya biaya pendidikan yang dijadikan komoditi pasar (barang dagangan) sedangkan pada dasarnya pendidikan itu bersifat sosial dimana seharusnya negara bertanggung jawab untuk mencerdaskan rakyatnya, hal itu telah menjadi landasan pembukaan UUD 45, tapi malah sebaliknya yang dilakukan negara dengan pemerintahannya malah mengeluarkan berbagai peraturan untuk melegalkan para pialang mengeruk keuntungan berlimpah serta tak perduli rakyatnya diperah dan dihisap.

Hal yang tidak kalah tragisnya dinegara ini disektor kesehatan dimana seharusnya negara memberikan kesehatan itu secara gratis sebab jika rakyat sehat maka geliat pertumbuhan ekonomi akan meningkat sehingga kemiskinan bisa berkurang dan rakyat tidak lagi harus meninggal dengan sia – sia dikarenakan ketidak mampuan membayar biaya perobatan. Lagi lagi nasib kesehatan tidak kalah tragisnya dengan pendidikan, disini negaramu menjadi mesin penghisap pada rakyatnya dengan melegalkan para pemodal untuk berspekulasi disektor kesehatan sehingga biaya kesehatan melonjak naik dari tahun ketahun.
 
Perayaan hari kemerdekaan yang dilakukan ratusan juta saudaraku hanyalah kamuflase dari kegagalan sebuah pemerintahan sebab kemerdekaan itu hanya sebatas wacana diatas kertas tanpa bukti kongkritnya, lihat saja dari sabang sampai maroke jutaan hektar tanah milik petani telah dirampas untuk membentuk perkebunan (baik milik BUMN maupun Milik Swasta) dibawah todongan senjata aparatusnya sehingga korban jiwa terus berjatuhan. 

Ketika para petani menuntut haknya maka dengan ganasnya aparatus menembaki petani itu. Lihat juga nasib jutaan kaum buruh hanya dijadikan negara sebagai pemuas birahi untuk mengisi pundi – pundi para pemodal (investor), hal itu dibuktikan negara dengan melegalkan upah minimum nasional bukan upah layak nasional sehingga kaum buruh terus hidup dalam kemiskinan.

Lihat saja para buruh yang bekerja siang dan malam pada setia perusahaan, namun sang pengusahalah paling banyak menikmati keuntungan dari hasil kerja para buruh itu. Perhatikalah juga prilaku keluarga para pengusaha itu, hidup mereka dengan berpoya – poya keluar negri dan menghabiskan keuntungan dari hasil keringat buruh yang diperah sedangkan kehidupan buruh sangat tragis dengan berbagai kekurangan.
 
Cobalah kau datangi kebergai pesisir dan lihat kehidupan nelayan, pastilah tidak jauh beda dengan kehidupan Petani, Buruh dan Kaum miskin lainnya, sebab para nelayan itu juga tidak lepas dari spekulasi permainan harga yang dibuat para cukong (pemodal). Bayangkan saja jika kau menjadi para nelayan itu, berhari – hari dilautan dan menantang badai yang sewaktu – waktu maut menjemput mereka, tapi ketika hasil tangkapan dibawa kedarat maka kaum cokonglah yang paling banyak menikmati hasil tangkapan mereka.

Pesan Pada Generasiku.

Jika kita tidak melawan maka kemerdekaan yang sejatinya tidak akan pernah kita rasakan karena saat ini pemerintahan hanya menjadi boneka bagi asing lihat saja ketika kepala kita digadaikan bagi bank dunia ataupun sejenisnya maka kekayaan alam kita hanya menjadi tontonan saja sebab bangsa asinglah yang lebih menikmatinya.

Untuk itu saudaraku lakukanlah perlawanan itu agar generasi setelah kita tidak merasakan penderitaan yang kita rasakan. Perlawanan itu juga bisa lewat tulisan, demontrasi daan tergantung metode apa yang kau gunakan agar kelak bangsa ini benar benar merdeka seutuhnya. Singkirlah para elit atau kaum borjuis yang telah menggadaikan bangsa ini karena merekalah kita dijajah kembali. Wujudkanlah segera negara SOSIALISME itu seperti cita – cita sang Proklamator kita.



Thursday, 16 August 2012


Refleksi HUT Kemerdekaan Negeri Ironis
Oleh : Nicho Silalahi
Kemerdekaan bangsa terkesan hanya diatas kertas yang berada dalam laci meja pemerintahan. namun faktanya jutaan rakyat dari Sabang sampai Marauke terus hidup dalam kemiskinan sedangkan hasil bumi dan lautnya sangat melimpah ruah hingga bangsa asing berbondong – bondong untuk mengeksploitasinya dan menjarahnya.

Sementara setiap tahun tepatnya tanggal 17 agustus seremonial acara perayaan terus dilakukan hanya untuk membodohi rakyat dengan mengatakan rakyat MERDEKA. Padahal faktanya ribuan petani kehilangan tanahnya karena perselingkuhan busuk pemodal dengan pemerintah terbukti dengan berbagai pengakuan para petani bahwasannya tanah mereka dirampas oleh negara dengan melibatkan militer , namun jika saja mereka menolaknya maka mereka akan ditangkap bahkan dibantai karena dituduh BTI/PKI (Barisan Tani Indonesia/Partai Komunis Indonesia) dan buruh masih saja diperkosa oleh pengusaha dengan upah murah dan tak kalah hebatnya aparatus negara dengan gagah menembaki rakyatnya ketika berjuang menuntut hak.
 
Pertikaian antar agama (seperti pembantaian Ahmadya) terjadi karena didalamnya ada muatan politik dan ekonomi serta upaya pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah negara dan aparatusnya, sebab disetiap konflik yang berlangsung akan menghasilkan sumber pendapatan seperti munculnya program (Bansos) serta bermuara memperkaya diri (mencari keuntungan sendiri). disinyalir konflik yang bernuansa sara sengaja dipelihara oleh negara, buktinya negara memiliki segudang intelijen seperti BIN, BAIS, Kepolisian, Kejaksaan, bahkan sampai kesbang linmas dll yang jelas pungsinya menjadi mata dan telinga sehingga negara bisa bertindak untuk mencegahnya. namun ketika konflik telah terjadi negara seolah kebakaran jenggot padahal menurut pandanganku bahwa konflik itu muncul diduga hanyalah pengalian isu belaka untuk memecah konsentrasi masyarakat karena pada saat itu sedang gencarnya kasus korupsi, seperti Century yang menyeret salah satu partai politik. 

Belum lagi konflik yang terjadi akibat kemiskinan serta tidak mendapatkan kesejateraan seperti yang terjadi dipapua, dimana kita ketahui hasil bumi dan lautnya sangat berlimpah ruah namun hingga kini rakyat disana masih terus dibodohi dan membiarkan mereka bertelanjang ria dengan modus mempertahankan budaya padahal ini semata agar rakyat papua tidak melakukan perlawanan sehingga bangsa asing terus bebas mengeruk kekayaan alam di bumi cendrawasi tersebut. Ratusan ribu Ton Emas murni telah dikeruk oleh PT Freeport dari sana namun kemiskinan terus saja terjadi bagi rakyatnya. Bahkan yang lebih parah lagi disana pernah terjadi kelaparan bagi rakyatnya.
 
Tulisan diatas hanya segelintir dari masalah yang terjadi di negara ini, padahal kalau kita runut (urut) secara benar dan jujur maka akan ada ribuan kasus yang terjadi di negara yang katanya telah merdeka sejak tanggal 17 agustus 1945. Pelanggaran ham beratpun sering terjadi bahkan hingga kini kasus pembantaian masal korban militer seperti tragedi 65 juga hingga kini belum mendapat kejelasan, belum lagi pristiwa malari (malapetaka 15 januari), peristiwa tanjung priuk, peristiwa kudatuli (kudeta 27 juli), peristiwa semanggi I dan II, Peristiwa Trisakti, penghilangan paksa para aktivis dll, hingga kini belum juga menangkap orang yang paling bertanggung jawab untuk diseret dalam peradilan HAM.

Sungguh ironis negara yang katanya menjunjung tinggi supremasi hukum juga tidak mampu berbuat banyak, bahkan KOMNAS HAM yang dibentuk negara hanyalah sebagai pajangan saja karena perannya telah dikebiri oleh perselingkuhan penguasa sebab KOMNAS HAM tersebut hanya mampu mengeluarkan rekomendasi tanpa mampu menjadi lembaga eksekutor lagi. Ibarat macan yang ompong kini komnas ham tersebut.

Belum lagi kita lihat dan mendengar diberbagai media baik itu cetak maupun elektronik tentang kasus – kasus korupsi yang dilakukan oleh berbagai lembaga seperti DPR, Kejaksaan, Kepolisian yang seharusnya menjadi pengawas kinerja pemerintah. Lembaga pengawas saja telah korup apalagi yang diawasi pastilah lebih korup lagi terbukti dari kasus korupsi yang terungkap banyak kepala daerah menjadi terpidana bahkan banyakl sudah yang diponis dengan hukuman ringan serta mendapatkan potongan masa hukuman.

Aneh memang sistem hukum dan peradilan yang diberlakukan dalam negri ironis ini dimana rakyat kecil harus dihukum berat sedangkan para pemilik uang serta koruptor dihukum ringan.

Disini penulis mengajak seluruh rakyat dinegri ironis ini untuk merefleksikan diri apakah kita sudah merdeka atau belum.? Jika saya ditanya maka saya mengatakan saya belum merdeka seutuhnya sebab saya hingga kini masih di jajah dengan biaya hidup yang tinggi serta biaya pendidikan melonjak tinggi sehingga terkesan bagi saya “Orang Miskin Dilarang Hidup Dinegara Ini”.

------------------------------
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area

Melawan Mati atau Diam Juga Mati.?



Melawan Mati atau Diam Juga Mati.?
Oleh : Nicho Silalahi

Sudah 67 Tahun bangsa ini merdeka namun masalah kemiskinan dan pengangguran belum juga dapat diselesaikan. Kinerja pemerintah masih hanya sebatas seremonial belaka tanpa menunjukan bukti kongkrit yang signifikan.hal ini dibuktikan dengan semangkin maraknya demostrasi (unjuk rasa) diberbagai daerah yang mengkritisi kinerja pemerintah dan menuntut kesejateraan.

Tingginya angka penganguran yang makin hari mangkin mengkuatirkan belum juga membuka mata penyelenggara Negara dalam menguranginya. Malah yang ada penyelenggara Negara terkesan ogah menyikapinya. Sehingga berdapak pada kondisi mengkhawatirkan.

Kegalalan dari kinerja pemerintah dalam membuka lapangan kerja terbukti dengan maraknya penjualan manusia keluar negri yang telah dilegalkan Negara melalui Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI). Namun tenaga kerja yang dikirim keluar negri hanyalah sebatas buruh dan pembantu rumah tangga saja yang faktor pendidikannya dibawah rata-rata. Sehingga sangat rentan untuk melakukan tindakan – tindakan criminal atau juga terkena jebakan-jebakan yang dibuat sang majikan.

Sudah kita lihat dari berbagai media - media banyak tenaga kerja indonesia harus meregang nyawa diluar negri dan beberapa bulan yang lalu seorang pembantu rumah tangga di arab Saudi bernama Ruyati meregang nyawa akibat hukum pancung namun pemerintah terkesan tidak mau tau nasib tenaga kerja tersebut. Dengan demikian kita bisa menyimpulkan kalau pemerintah tidak perduli nasib rakyatnya yang bekerja diluar negri.

Sedangkan penyelenggara negara sibuk dengan memperkaya dirinya melalui Korupsi seperti kasus BLBI, Century, Wisma Atlit DLL. Namun ketika korupsi itu terbongkar kemedia lalu sibuk mencari kambing hitam untuk dikorbankan dan pemerintah terkesan menutupi sehingga kebenaran atas kasus – kasus itu seperti hanya berjalan ditempat.

Ketidak percayaan rakyat terhadap rezim SBY – Boediono terlihat jelas dengan hampir setiap harinya demonstrasi dilakukan baik dengan massa kecil maupun puluhan ribu orang untuk menuntut mereka mundur karena dinilai gagal dalam mensejaterahkan rakyatnya.
Sementara baru – baru ini pelanggaran HAM dan pembantaian masal yang sangat sadis terjadi didesa Mesuji Lampung menambah daftar panjang kegagalan Rezim ini dalam menciptakan rasa keadilan dan kedamaian. Pembantaian sadis terhadap anak maanusia telah terjadi bahkan ada yang dipenggal dan kepalanya ditaruh keatas truck, diikat pada tiang yang kepalanya juga dipenggal.

Masih banyak lagi permasalahan bangsa ini yang belum juga terselesaikan dari sabang sampai marauke, sudah cukup kita berdiam diri melihat kegagalan yang terjadi silih berganti terjadi.sudah cukup juga rakyat miskin terus menerus menjadi korban dari keberutalan pemilik modal.untuk itu saya menghibau kepada anda semua yang memiliki nurani kemanusian agar segera bersatu dan memobilisasi diri anda dijalanan untuk melawan Rezim koprador dan tidak berpihak pada rakyat miskin.kita tak butuh senjata sebab kata kata kita adalah senjatanya, Untuk apa kita takut lagi bersuara dan menyampaikan tuntutan, sudah saatnya kita bangkit melawan dan kelak kita meninggalkan negri ini jauh lebih baik buat generasi yang akan datang. Kalau bukan kita yang melakukan perubahan siapa lagi yang melakukan perubahan itu dan memberikan yang terbaik bagi generasi yang akan datang,?

Hidup adalah pilihan.
Maka pilihlah , Tunduk ditindas dan mati atau bangkit melawan meski mati ? Sebab Diam bagai penitip nasib adalah penghianatan terbesar pada sejarah bangsa ini.

Salam Pemberontakan dari jiwa yang Merdeka.


Nicho Silalahi.

Tuesday, 14 August 2012

Brimob Jangan (Kini) Menjadi Mesin Pembunuh Rakyat


Brimob Jangan (Kini) Menjadi Mesin Pembunuh Rakyat
Oleh : Nicho Silalahi.
Sejarah Singkat Brimob.

Brimob (Brigade Mobil) adalah unit (korps) tertua pada Kepolisian Republik Indonesia yang menjadi satuan elit tempur (paramiliter). Pada awal terbentuknya memiliki tanggung jawab tugas untuk melucuti senjata penjajah  (Jepang), serta  melindungi kepala Negara dan mempertahan ibukota diera awal kemerdekaan, bahkan korps inilah yang pertama kali mendapat penghargaan dari presiden Republik Indonesia saat itu dijabat IR.Soekarno yaitu Sukanti Yano Utama

Dalam sejarah perjalananya banyak tugas yang telah dilakukan brimob sukses besar terutama menghadapi gerakan sparatis yang bermuara pada pemberontakan seperti Peristiwa Madiun, DII/TII di Jawa barat (S.M Kartosuwiryo), di Sulawesi (Kahar Muzakar), di Aceh (Daud Beureueh). Awal tahun 1950 menumpas pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (Kapten Raymond Westerling),

Pada tahun 1953 Brimob juga dikerahkan di Kalimantan Selatan kala itu masih bernama Mobrig untuk memadamkan pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar Ketika Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 February 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya, pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17 Agustus dengan mengerahkan Mobrig. Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil mengatasi gerakan PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur, Riau dan Bengkulu.

Perlawanan Rakyat.

Dari sejarah singkat perjalanan Brimob dapat kita lihat sikap tegas yang ingin menjaga keutuhan NKRI, namun dibalik sejarah itu ribuan nyawa rakyat menjadi korban yang mana sejak Indonesia Medeka rakyat hanya ingin lepas dari yang namanya penindasan dan penjajahan serta mendapatkat kesejateraan.

Perlawanan – perlawanan rakyat akan terus hadir baik itu harus menggunakan senjata sebab, hingga saat ini hukum hanya menjadi komoditi pasar yang sangat menggiurkan bagi para pelakunya sehingga hukum ibarat sebuah pisau yang hanya tajam kebawah namun tumpul keatas.

Munculnya konflik – konflik agraria disebabkan dosa Orde Baru dimana saat berlangsungnya rezim otoriter dan militeristik soeharto menggunakan tangan besi untuk merampas tanah rakyat dan menjustifikasi rakyat dengan sebutan BTI/PKI (Barisan Tani Indonesia/Partai Komunis Indonesia) jika saja rakyat menolak untuk tidak menyerahkan tanahnya agar menjadi perkebunan – perkebunan yang dikelola BUMN maupun swasta, seperti yang terjadi diberbagai daerah salah satunya desa Dagang Kerawan Kecamatan Tanjung Merawa Kabupaten Deli Serdang dimana saat itu rakyat dipaksa untuk menyerahkan tanahnya dengan menggunakan kekuatan tentara.


Polisi Jangan Menjadi Centeng Perusahaan.

Berkali – kali kita lihat polisi dengan personil brimobnya dan bersejatakan lengkap menjadi mesin - mesin pembunuh bagi para petani dan rakyat lainnya, mereka dengan mudahnya meletuskan sejata mematikan tanpa pernah berfikir ada nyawa menjadi korban akibat letusan senjata itu.

Sudah berulang kali dan tidak pernah habisnya rakyat menjadi korban dari sebuah kebijakan mengacu pada kepentingan modal dan lagi – lagi aparat yang seharusnya melindungi dan mengayomi masyarakat malah menjadi barisan terdepan untuk memukul bahkan membunuh rakyat.

Gejolak perlawanan rakyat selama ini semata ingin mendapatkan kesejateraan yang mana sudah menjadi keharusan sebuah Negara untuk mensejaterahkan rakyatnya dan melepaskan dari belenggu kemiskinan.

Seharusnya kepolisian maupun Brimobnya tidak langsung melakukan tindakan – tindakan propokativ serta menjadi centeng bagi perusahaan yang dapat memicu konflik semangkin melebar tetapi lebih melakukan pendekatan persuasife dengan musyawarah untuk mencapai mufakat karena hal itu telah diatur dalam konstitusi negri ini.

Sikap Pemerintah

Pemerintah dalam hal ini kepala Negara harus mempunya sikap tegas yang bertujuan untuk kesejateraan rakyat. Jika Kepala Negara dalam hal ini SBY  memang berpihak bagi kesejateraan rakyat maka sudah selayaknya seluruh perkebunan itu dibubarkan dan membagikan tanah tersebut kepada rakyat serta menjalankan UUPA no 5 tahun 1960 secara konsukuen sebab dengan hal itu maka dia juga telah menciptakan lapangan kerja baru bagi jutaan rakyat Indonesia.

Dengan pembagian tanah terhadap rakyat maka negri ini mampu menjadi Negara swasambada pangan kembali tidak seperti saat ini yang kedelai dan beras saja harus import dari luar negeri.

Intinya pemerintah harus segera membuat program-program yang pro rakyat bukan hanya sebatas wacana mengilusi rakyat saat akan digelar pesta demokrasi tetapi dengan kerja nyata dari pemerintahlah rakyat dapat lepas dari kemiskinan serta pemerintah juga menjalankan amanat UUD 1945 serta kembali menjadi Negara sosialisme seperti yang menjadi semangat pancasila.


Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area.
Ket : Gambar pertama koleksi pribadi penulis dan gambar kedua mobil yang dibakar serta gambar ketiga seorang oknum menodongkan senjata didapat dari Internet