Brimob Jangan (Kini) Menjadi Mesin Pembunuh Rakyat
Sejarah
Singkat Brimob.
Brimob (Brigade Mobil) adalah unit
(korps) tertua pada Kepolisian Republik Indonesia yang menjadi satuan elit
tempur (paramiliter). Pada awal terbentuknya memiliki tanggung jawab tugas
untuk melucuti senjata penjajah
(Jepang), serta melindungi kepala
Negara dan mempertahan ibukota diera awal kemerdekaan, bahkan korps inilah yang
pertama kali mendapat penghargaan dari presiden Republik Indonesia saat itu dijabat
IR.Soekarno yaitu Sukanti Yano Utama
Dalam sejarah perjalananya banyak
tugas yang telah dilakukan brimob sukses besar terutama menghadapi gerakan
sparatis yang bermuara pada pemberontakan seperti Peristiwa Madiun, DII/TII di
Jawa barat (S.M Kartosuwiryo), di Sulawesi (Kahar Muzakar), di Aceh (Daud Beureueh).
Awal tahun 1950 menumpas pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (Kapten
Raymond Westerling),
Pada tahun 1953 Brimob juga dikerahkan
di Kalimantan Selatan kala itu masih bernama Mobrig untuk memadamkan
pemberontakan rakyat yang dipimpin oleh Ibnu Hajar Ketika Pemerintah
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) diumumkan pada 15 February 1958 dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai tokohnya,
pemerintah pusat menggelar Operasi Tegas, Operasi Saptamarga dan Operasi 17
Agustus dengan mengerahkan Mobrig. Mobrig bersama pasukan-pasukan TNI berhasil
mengatasi gerakan PRRI di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Timur,
Riau dan Bengkulu.
Perlawanan Rakyat.
Dari sejarah
singkat perjalanan Brimob dapat kita lihat sikap tegas yang ingin menjaga
keutuhan NKRI, namun dibalik sejarah itu ribuan nyawa rakyat menjadi korban
yang mana sejak Indonesia Medeka rakyat hanya ingin lepas dari yang namanya
penindasan dan penjajahan serta mendapatkat kesejateraan.
Perlawanan –
perlawanan rakyat akan terus hadir baik itu harus menggunakan senjata sebab,
hingga saat ini hukum hanya menjadi komoditi pasar yang sangat menggiurkan bagi
para pelakunya sehingga hukum ibarat sebuah pisau yang hanya tajam kebawah
namun tumpul keatas.
Munculnya
konflik – konflik agraria disebabkan dosa Orde Baru dimana saat berlangsungnya
rezim otoriter dan militeristik soeharto menggunakan tangan besi untuk merampas
tanah rakyat dan menjustifikasi rakyat dengan sebutan BTI/PKI (Barisan Tani
Indonesia/Partai Komunis Indonesia) jika saja rakyat menolak untuk tidak
menyerahkan tanahnya agar menjadi perkebunan – perkebunan yang dikelola BUMN
maupun swasta, seperti yang terjadi diberbagai daerah salah satunya desa Dagang
Kerawan Kecamatan Tanjung Merawa Kabupaten Deli Serdang dimana saat itu rakyat
dipaksa untuk menyerahkan tanahnya dengan menggunakan kekuatan tentara.
Polisi Jangan Menjadi Centeng Perusahaan.
Berkali – kali
kita lihat polisi dengan personil brimobnya dan bersejatakan lengkap menjadi
mesin - mesin pembunuh bagi para petani dan rakyat lainnya, mereka dengan
mudahnya meletuskan sejata mematikan tanpa pernah berfikir ada nyawa menjadi
korban akibat letusan senjata itu.
Sudah berulang
kali dan tidak pernah habisnya rakyat menjadi korban dari sebuah kebijakan
mengacu pada kepentingan modal dan lagi – lagi aparat yang seharusnya
melindungi dan mengayomi masyarakat malah menjadi barisan terdepan untuk memukul
bahkan membunuh rakyat.
Gejolak
perlawanan rakyat selama ini semata ingin mendapatkan kesejateraan yang mana
sudah menjadi keharusan sebuah Negara untuk mensejaterahkan rakyatnya dan
melepaskan dari belenggu kemiskinan.
Seharusnya
kepolisian maupun Brimobnya tidak langsung melakukan tindakan – tindakan
propokativ serta menjadi centeng bagi perusahaan yang dapat memicu konflik
semangkin melebar tetapi lebih melakukan pendekatan persuasife dengan musyawarah
untuk mencapai mufakat karena hal itu telah diatur dalam konstitusi negri ini.
Sikap Pemerintah
Pemerintah dalam
hal ini kepala Negara harus mempunya sikap tegas yang bertujuan untuk
kesejateraan rakyat. Jika Kepala Negara dalam hal ini SBY memang berpihak bagi kesejateraan rakyat maka
sudah selayaknya seluruh perkebunan itu dibubarkan dan membagikan tanah
tersebut kepada rakyat serta menjalankan UUPA no 5 tahun 1960 secara konsukuen
sebab dengan hal itu maka dia juga telah menciptakan lapangan kerja baru bagi
jutaan rakyat Indonesia.
Dengan pembagian
tanah terhadap rakyat maka negri ini mampu menjadi Negara swasambada pangan
kembali tidak seperti saat ini yang kedelai dan beras saja harus import dari
luar negeri.
Intinya
pemerintah harus segera membuat program-program yang pro rakyat bukan hanya
sebatas wacana mengilusi rakyat saat akan digelar pesta demokrasi tetapi dengan
kerja nyata dari pemerintahlah rakyat dapat lepas dari kemiskinan serta
pemerintah juga menjalankan amanat UUD 1945 serta kembali menjadi Negara sosialisme seperti yang menjadi
semangat pancasila.
Penulis adalah Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area.
Ket : Gambar pertama koleksi
pribadi penulis dan gambar kedua mobil yang dibakar serta gambar ketiga seorang
oknum menodongkan senjata didapat dari Internet
No comments:
Post a Comment