Pages

Thursday, 16 August 2012


Refleksi HUT Kemerdekaan Negeri Ironis
Oleh : Nicho Silalahi
Kemerdekaan bangsa terkesan hanya diatas kertas yang berada dalam laci meja pemerintahan. namun faktanya jutaan rakyat dari Sabang sampai Marauke terus hidup dalam kemiskinan sedangkan hasil bumi dan lautnya sangat melimpah ruah hingga bangsa asing berbondong – bondong untuk mengeksploitasinya dan menjarahnya.

Sementara setiap tahun tepatnya tanggal 17 agustus seremonial acara perayaan terus dilakukan hanya untuk membodohi rakyat dengan mengatakan rakyat MERDEKA. Padahal faktanya ribuan petani kehilangan tanahnya karena perselingkuhan busuk pemodal dengan pemerintah terbukti dengan berbagai pengakuan para petani bahwasannya tanah mereka dirampas oleh negara dengan melibatkan militer , namun jika saja mereka menolaknya maka mereka akan ditangkap bahkan dibantai karena dituduh BTI/PKI (Barisan Tani Indonesia/Partai Komunis Indonesia) dan buruh masih saja diperkosa oleh pengusaha dengan upah murah dan tak kalah hebatnya aparatus negara dengan gagah menembaki rakyatnya ketika berjuang menuntut hak.
 
Pertikaian antar agama (seperti pembantaian Ahmadya) terjadi karena didalamnya ada muatan politik dan ekonomi serta upaya pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah negara dan aparatusnya, sebab disetiap konflik yang berlangsung akan menghasilkan sumber pendapatan seperti munculnya program (Bansos) serta bermuara memperkaya diri (mencari keuntungan sendiri). disinyalir konflik yang bernuansa sara sengaja dipelihara oleh negara, buktinya negara memiliki segudang intelijen seperti BIN, BAIS, Kepolisian, Kejaksaan, bahkan sampai kesbang linmas dll yang jelas pungsinya menjadi mata dan telinga sehingga negara bisa bertindak untuk mencegahnya. namun ketika konflik telah terjadi negara seolah kebakaran jenggot padahal menurut pandanganku bahwa konflik itu muncul diduga hanyalah pengalian isu belaka untuk memecah konsentrasi masyarakat karena pada saat itu sedang gencarnya kasus korupsi, seperti Century yang menyeret salah satu partai politik. 

Belum lagi konflik yang terjadi akibat kemiskinan serta tidak mendapatkan kesejateraan seperti yang terjadi dipapua, dimana kita ketahui hasil bumi dan lautnya sangat berlimpah ruah namun hingga kini rakyat disana masih terus dibodohi dan membiarkan mereka bertelanjang ria dengan modus mempertahankan budaya padahal ini semata agar rakyat papua tidak melakukan perlawanan sehingga bangsa asing terus bebas mengeruk kekayaan alam di bumi cendrawasi tersebut. Ratusan ribu Ton Emas murni telah dikeruk oleh PT Freeport dari sana namun kemiskinan terus saja terjadi bagi rakyatnya. Bahkan yang lebih parah lagi disana pernah terjadi kelaparan bagi rakyatnya.
 
Tulisan diatas hanya segelintir dari masalah yang terjadi di negara ini, padahal kalau kita runut (urut) secara benar dan jujur maka akan ada ribuan kasus yang terjadi di negara yang katanya telah merdeka sejak tanggal 17 agustus 1945. Pelanggaran ham beratpun sering terjadi bahkan hingga kini kasus pembantaian masal korban militer seperti tragedi 65 juga hingga kini belum mendapat kejelasan, belum lagi pristiwa malari (malapetaka 15 januari), peristiwa tanjung priuk, peristiwa kudatuli (kudeta 27 juli), peristiwa semanggi I dan II, Peristiwa Trisakti, penghilangan paksa para aktivis dll, hingga kini belum juga menangkap orang yang paling bertanggung jawab untuk diseret dalam peradilan HAM.

Sungguh ironis negara yang katanya menjunjung tinggi supremasi hukum juga tidak mampu berbuat banyak, bahkan KOMNAS HAM yang dibentuk negara hanyalah sebagai pajangan saja karena perannya telah dikebiri oleh perselingkuhan penguasa sebab KOMNAS HAM tersebut hanya mampu mengeluarkan rekomendasi tanpa mampu menjadi lembaga eksekutor lagi. Ibarat macan yang ompong kini komnas ham tersebut.

Belum lagi kita lihat dan mendengar diberbagai media baik itu cetak maupun elektronik tentang kasus – kasus korupsi yang dilakukan oleh berbagai lembaga seperti DPR, Kejaksaan, Kepolisian yang seharusnya menjadi pengawas kinerja pemerintah. Lembaga pengawas saja telah korup apalagi yang diawasi pastilah lebih korup lagi terbukti dari kasus korupsi yang terungkap banyak kepala daerah menjadi terpidana bahkan banyakl sudah yang diponis dengan hukuman ringan serta mendapatkan potongan masa hukuman.

Aneh memang sistem hukum dan peradilan yang diberlakukan dalam negri ironis ini dimana rakyat kecil harus dihukum berat sedangkan para pemilik uang serta koruptor dihukum ringan.

Disini penulis mengajak seluruh rakyat dinegri ironis ini untuk merefleksikan diri apakah kita sudah merdeka atau belum.? Jika saya ditanya maka saya mengatakan saya belum merdeka seutuhnya sebab saya hingga kini masih di jajah dengan biaya hidup yang tinggi serta biaya pendidikan melonjak tinggi sehingga terkesan bagi saya “Orang Miskin Dilarang Hidup Dinegara Ini”.

------------------------------
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area

No comments:

Post a Comment