Refleksi HUT Kemerdekaan
Negeri Ironis
Oleh : Nicho Silalahi
Kemerdekaan
bangsa terkesan hanya diatas kertas yang berada dalam laci meja pemerintahan.
namun faktanya jutaan rakyat dari Sabang sampai Marauke terus hidup dalam
kemiskinan sedangkan hasil bumi dan lautnya sangat melimpah ruah hingga bangsa
asing berbondong – bondong untuk mengeksploitasinya dan menjarahnya.
Sementara setiap
tahun tepatnya tanggal 17 agustus seremonial acara perayaan terus dilakukan
hanya untuk membodohi rakyat dengan mengatakan rakyat MERDEKA. Padahal faktanya ribuan petani
kehilangan tanahnya karena perselingkuhan busuk pemodal dengan pemerintah terbukti dengan berbagai pengakuan para petani
bahwasannya tanah mereka dirampas oleh negara dengan melibatkan militer , namun
jika saja mereka menolaknya maka mereka akan ditangkap bahkan dibantai karena
dituduh BTI/PKI (Barisan Tani
Indonesia/Partai Komunis Indonesia) dan buruh masih
saja diperkosa oleh pengusaha dengan upah murah dan tak kalah hebatnya aparatus
negara dengan gagah menembaki rakyatnya ketika berjuang menuntut hak.
Pertikaian antar
agama (seperti pembantaian Ahmadya) terjadi karena didalamnya ada muatan
politik dan ekonomi serta upaya pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah negara
dan aparatusnya, sebab disetiap konflik yang berlangsung akan menghasilkan
sumber pendapatan seperti munculnya program (Bansos) serta bermuara memperkaya
diri (mencari keuntungan sendiri). disinyalir konflik yang bernuansa sara
sengaja dipelihara oleh negara, buktinya negara memiliki segudang intelijen seperti BIN, BAIS, Kepolisian,
Kejaksaan, bahkan sampai kesbang linmas dll yang jelas pungsinya menjadi mata
dan telinga sehingga negara bisa bertindak untuk mencegahnya. namun ketika
konflik telah terjadi negara seolah kebakaran jenggot padahal menurut
pandanganku bahwa konflik itu muncul diduga hanyalah pengalian isu belaka untuk
memecah konsentrasi masyarakat karena pada saat itu sedang gencarnya kasus
korupsi, seperti Century yang menyeret salah satu partai politik.
Belum lagi konflik yang terjadi akibat kemiskinan serta tidak mendapatkan
kesejateraan seperti yang terjadi dipapua, dimana kita ketahui hasil bumi dan
lautnya sangat berlimpah ruah namun hingga kini rakyat disana masih terus
dibodohi dan membiarkan mereka bertelanjang ria dengan modus mempertahankan
budaya padahal ini semata agar rakyat papua tidak melakukan perlawanan sehingga
bangsa asing terus bebas mengeruk kekayaan alam di bumi cendrawasi tersebut. Ratusan
ribu Ton Emas murni telah dikeruk oleh PT Freeport dari sana namun kemiskinan
terus saja terjadi bagi rakyatnya. Bahkan yang lebih parah lagi disana pernah
terjadi kelaparan bagi rakyatnya.
Tulisan diatas hanya segelintir dari masalah yang terjadi di negara ini,
padahal kalau kita runut (urut) secara benar dan jujur maka akan ada ribuan
kasus yang terjadi di negara yang katanya telah merdeka sejak tanggal 17
agustus 1945. Pelanggaran ham beratpun sering terjadi bahkan hingga kini kasus
pembantaian masal korban militer seperti tragedi 65 juga hingga kini belum
mendapat kejelasan, belum lagi pristiwa malari (malapetaka 15 januari), peristiwa
tanjung priuk, peristiwa kudatuli (kudeta 27 juli), peristiwa semanggi I dan
II, Peristiwa Trisakti, penghilangan paksa para aktivis dll, hingga kini belum
juga menangkap orang yang paling bertanggung jawab untuk diseret dalam
peradilan HAM.
Sungguh ironis negara yang katanya menjunjung tinggi supremasi hukum juga tidak
mampu berbuat banyak, bahkan KOMNAS HAM yang dibentuk negara hanyalah sebagai
pajangan saja karena perannya telah dikebiri oleh perselingkuhan penguasa sebab
KOMNAS HAM tersebut hanya mampu mengeluarkan rekomendasi tanpa mampu menjadi
lembaga eksekutor lagi. Ibarat macan yang ompong kini komnas ham tersebut.
Belum lagi kita lihat dan mendengar diberbagai media baik itu cetak maupun
elektronik tentang kasus – kasus korupsi yang dilakukan oleh berbagai lembaga
seperti DPR, Kejaksaan, Kepolisian yang seharusnya menjadi pengawas kinerja
pemerintah. Lembaga pengawas saja telah korup apalagi yang diawasi pastilah
lebih korup lagi terbukti dari kasus korupsi yang terungkap banyak kepala
daerah menjadi terpidana bahkan banyakl sudah yang diponis dengan hukuman
ringan serta mendapatkan potongan masa hukuman.
Aneh memang sistem hukum dan peradilan yang diberlakukan dalam negri ironis
ini dimana rakyat kecil harus dihukum berat sedangkan para pemilik uang serta
koruptor dihukum ringan.
Disini penulis mengajak seluruh rakyat dinegri ironis ini untuk
merefleksikan diri apakah kita sudah merdeka atau belum.? Jika saya ditanya
maka saya mengatakan saya belum merdeka seutuhnya sebab saya hingga kini masih
di jajah dengan biaya hidup yang tinggi serta biaya pendidikan melonjak tinggi
sehingga terkesan bagi saya “Orang Miskin Dilarang Hidup Dinegara Ini”.
------------------------------
Penulis adalah
Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Medan Area
No comments:
Post a Comment